
Sidang KPPU Mengenai Dugaan Pelanggaran di Industri Fintech P2P Lending
Komisi Pengawas Persaingan (KPPU) akan menggelar sidang pembacaan laporan dugaan pelanggaran dalam Perkara Nomor 05/KPPU-I/2025 terkait Layanan Pinjam Meminjam Uang atau Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (Fintech P2P Lending). Sidang ini dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 26 Agustus 2025. Perkara ini melibatkan sebanyak 97 terlapor yang berasal dari industri fintech anggota Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia.
Dalam konfirmasi yang diberikan oleh Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, ia membenarkan bahwa sidang akan digelar pada tanggal tersebut. Sebelumnya, KPPU telah menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan pada 14 Agustus 2025. Pada sidang kali ini, KPPU akan memeriksa alat bukti dan memanggil terlapor yang tidak hadir dalam sidang sebelumnya.
Agenda utama dari sidang ini adalah pembacaan Laporan Dugaan Pelanggaran (LDP) bagi empat terlapor yang tidak hadir serta pemeriksaan alat bukti yang digunakan oleh investigator selama tahap pemeriksaan. Hal ini dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan secara transparan dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sebelumnya, KPPU menyebut bahwa para terlapor diduga mengubah tingkat bunga pinjaman, termasuk biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, dari maksimal 0,8 persen per hari menjadi 0,4 persen per hari pada tahun 2021. Jika terbukti melanggar, para pelaku usaha dapat dikenakan sanksi administratif seperti denda hingga 50 persen dari keuntungan dari pelanggaran atau hingga 10 persen dari penjualan di pasar bersangkutan dan selama periode pelanggaran.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Entjik S. Djafar, menanggapi pernyataan KPPU dengan menegaskan bahwa penetapan bunga dilakukan melalui diskusi intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bertujuan untuk melindungi konsumen. Menurutnya, langkah ini dilakukan agar bunga pinjaman tetap berada dalam batas wajar dan tidak memberatkan peminjam.
Entjik menjelaskan bahwa tujuan dari penetapan batas bunga adalah untuk memastikan industri pinjaman daring tetap sehat dan tidak menjadi beban berlebihan bagi peminjam. Ia juga menilai bahwa jika bunga dipatok terlalu rendah, justru akan menurunkan minat investor untuk menyalurkan dana kepada peminjam, terutama bagi mereka yang belum memiliki riwayat kredit atau dikenal sebagai virgin borrower.
Menurut Entjik, jika bunga terlalu rendah, banyak peminjam tidak lolos pembiayaan, sehingga akhirnya kembali ke layanan pinjaman ilegal. Ia menegaskan bahwa pinjol ilegal masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat karena bunga yang sangat tinggi dan penagihan yang tidak sesuai aturan membuat banyak korban mengalami tekanan ekonomi hingga permasalahan sosial.
Namun, Entjik khawatir polemik dengan KPPU dapat mengganggu iklim investasi. Ia menyebut, jika tidak ada kejelasan, sebagian investor luar negeri bisa saja menahan penyaluran dana atau bahkan menarik investasinya. Ia menegaskan bahwa AFPI melindungi konsumen, tetapi justru dituduh sebagai penjahat. Menurutnya, yang seharusnya ditindak tegas adalah pinjol ilegal yang merugikan masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!