Koalisi Sipil Usung 5 Isu Penting dalam RUU Perampasan Aset: Kualifikasi Aparat hingga Pembuktian Te

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Lima Isu yang Perlu Dibahas dalam RUU Perampasan Aset

Koalisi Masyarakat Sipil mengajukan lima isu penting yang perlu dibahas dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Koalisi ini terdiri dari berbagai lembaga seperti Indonesia Corruption Watch (ICW), Auriga Nusantara, Institute for Criminal Justice Reform, IM57+Institute, Kaoem Telapak, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), serta Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman. Berikut adalah lima usulan isu utama yang diusulkan:

1. Kualifikasi Aparat Penegak Hukum dan Lembaga Pengelola Aset

Salah satu isu utama yang diajukan adalah kualifikasi aparat penegak hukum dan lembaga pengelola aset. Menurut Wana Alamsyah dari ICW, kekuasaan Kejaksaan RI sebagai lembaga pengelola aset masih menjadi perdebatan. Ia menyoroti bahwa Kejaksaan memiliki kewenangan yang terlalu luas dalam pengelolaan aset, termasuk penyimpanan, pengamanan, pemanfaatan, dan pengembalian.

Ia menyarankan adanya jaminan pengawasan yang ketat agar nilai aset tidak mengalami perubahan drastis. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengelolaan aset dilakukan secara transparan dan akuntabel.

2. Pengaturan Mengenai Harta Tidak Dapat Dijelaskan Sumbernya

Isu kedua berkaitan dengan pengaturan mengenai harta yang tidak dapat dijelaskan sumbernya atau unexplained wealth. Wana menjelaskan bahwa konsep ini merupakan dasar dari pengayaan ilegal (illicit enrichment). Jika seorang pejabat publik memiliki harta yang melebihi pendapatannya dan tidak dapat menjelaskan asalnya, maka patut diduga bahwa harta tersebut berasal dari tindak pidana seperti suap atau gratifikasi.

Pengaturan ini penting karena akan mempermudah pembuktian dugaan korupsi. Selain itu, KPK sudah memiliki instrumen LHKPN yang bisa digunakan sebagai dasar pengenaan pengayaan ilegal, bukan hanya sebagai pemenuhan administratif belaka.

3. Batas Jumlah Aset yang Dirampas

Isu ketiga adalah batas jumlah aset yang dapat dirampas dalam RUU Perampasan Aset. Berdasarkan Pasal 6 RUU Perampasan Aset April 2023, aset yang dapat dirampas bernilai paling sedikit Rp100.000.000 dan diancam dengan hukuman 4 tahun atau lebih.

Wana menilai bahwa batas ini perlu dibahas kembali agar sesuai dengan kondisi inflasi dan nilai ekonomis saat ini. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa pengaturan aset tetap relevan dan efektif.

4. Mekanisme Upaya Paksa dan Pengawasan

RUU Perampasan Aset juga perlu mengatur mekanisme upaya paksa dan pengawasan terhadap upaya paksa. Meskipun RUU ini tidak mengandalkan pemidanaan terhadap pelaku, penyidik dapat melakukan pemblokiran maupun penyitaan aset yang diduga hasil tindak pidana.

Namun, hal ini bisa membatasi hak seseorang. Oleh karena itu, mekanisme upaya paksa harus memperhatikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi pelanggaran hak asasi manusia. Pengawasan juga perlu diperkuat, misalnya dengan sistem hakim komisaris atau hakim pemeriksa pendahuluan, untuk memastikan perlindungan hak warga negara.

5. Sistem Pembuktian

Isu terakhir adalah sistem pembuktian dalam RUU Perampasan Aset. Model pembuktian yang dikenal dalam non-conviction based asset forfeiture diadopsi dari hukum acara perdata. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa RUU ini mengadopsi sistem pembuktian terbalik.

Beban pembuktian akan bertumpu pada harta tersangka atau terdakwa, sehingga perlu mekanisme untuk memastikan bahwa harta tersebut benar-benar kepunyaan sah milik tersangka atau terdakwa.

RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2025

Sebelumnya, RUU Perampasan Aset diusulkan masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. RUU ini menjadi salah satu dari tiga RUU yang diusulkan oleh DPR sebagai inisiatif mereka.

Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyatakan bahwa pemerintah setuju dengan usulan tersebut dan siap membantu DPR dalam penyusunan naskah akademik dan draf RUU. Ketua Baleg Bob Hasan menargetkan bahwa RUU ini akan rampung pada 2025. Namun, pembahasan tetap harus melibatkan publik secara bermakna.