Israel Tertipu Hamas, Qatar Beralih ke Tiongkok-Turki

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kegagalan Israel dalam Menangani Hamas dan Dampaknya pada Hubungan Regional

Kegagalan adalah yatim piatu. Anekdot ini sering digunakan untuk menggambarkan ketidakmampuan suatu pihak dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam konteks perang antara Israel dan kelompok Hamas, frasa ini sangat relevan. Israel tampaknya terus-menerus mengalami kegagalan dalam menangani ancaman dari Hamas, baik secara militer maupun politik.

Dubes Israel untuk Amerika Serikat, Yechiel Leiter, setengah mengonfirmasi bahwa misi Israel tidak sepenuhnya berhasil. Fox News melaporkan bahwa ia menyatakan, "Jika kali ini kami tidak menangkap mereka (Hamas), tentu lain kali." Pernyataan ini menunjukkan bahwa Israel masih memiliki keyakinan bahwa tindakan mereka akan berbuah hasil di masa depan, meskipun sebelumnya gagal.

Pemimpin Hamas, entah itu dari generasi mana pun, dikenal sebagai kelompok yang sangat keras kepala. Mereka tidak mudah terpengaruh oleh proposal atau kompromi yang diajukan oleh pihak Israel. Bagi Hamas, Israel dianggap sebagai negara yang tidak adil dan tidak setara. Hal ini membuat situasi semakin rumit, karena Netanyahu memaksakan isu-isu tertentu dalam draf kebijakan.

Sejarah telah membuktikan bahwa Israel selalu merespons dengan cara yang sama. Contohnya, peristiwa "Black September" 1972 di Munich, di mana 11 atlet Israel tewas. Kejadian ini menjadi dasar bagi tindakan balasan Israel terhadap kelompok-kelompok seperti Hamas. Sejak saat itu, Israel terus melakukan operasi intelijen dan militer terhadap para pemimpin Hamas.

Perburuan Israel terhadap pemimpin Hamas bukanlah hal baru. Setiap generasi aktivis Palestina yang mencoba menarik perhatian dunia dianggap sebagai ancaman. Israel menyebutnya sebagai teror, namun tidak pernah menjawab pertanyaan mendasar: mengapa teror bisa terjadi?

Kematian 11 atlet Israel di Olimpiade Munich (1972) berhubungan langsung dengan peristiwa 7 Oktober 2023 dan penembakan di Yerusalem pada 9 September 2025, yang menewaskan enam warga Israel. Hamas mengaku bertanggung jawab atas insiden-insiden tersebut, yang menjadi "causa prima" dari konflik yang berlangsung selama hampir delapan dekade.

Israel selalu merespons dengan cara yang sama, yaitu dengan pembalasan. Konsep baku PM Golda Meir pada 1972 mirip dengan pendekatan "design thinking" yang digunakan PM Netanyahu pada 2025. Tujuannya adalah menghabisi semua pemimpin Hamas, agar tidak ada yang tersisa.

Tindakan Israel juga mencakup serangan ke Kota Doha, Qatar, yang dianggap janggal karena Qatar dilindungi sistem keamanan AS. Qatar, sebagai sekutu kental AS, memiliki hubungan yang kuat dengan negara-negara Teluk. Tindakan Israel di Doha menimbulkan reaksi dari negara-negara Teluk, termasuk Arab Saudi, yang mulai mempertanyakan makna perjanjian Abraham yang telah mereka tanda tangani.

Qatar tidak hanya menjadi negara yang stabil, tetapi juga menjadi "mutiara" AS di Timur Tengah. Dengan cadangan minyak dan gas alam yang besar, Qatar menjadi aset penting bagi ekonomi AS. Selain itu, Qatar juga menjadi tempat tinggal bagi banyak ekspatriat yang mencari peluang kerja di sektor konstruksi dan energi.

Presiden AS Donald Trump sempat menyampaikan pernyataan yang mengejutkan, yaitu bahwa serangan Israel ke Doha tidak akan terulang lagi. Namun, emir Qatar, Tamim bin Hamad Al Thani, menolak untuk percaya begitu saja. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara AS dan Qatar semakin dipertanyakan.

Perjanjian Abraham, yang bertujuan untuk memperkuat hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, kini mulai goyah. Banyak negara Teluk, termasuk Arab Saudi, mulai mempertimbangkan ulang kebijakan mereka. Mereka merasa bahwa normalisasi hubungan dengan Israel tidak memberikan solusi nyata bagi isu Palestina.

Solusi yang diambil oleh negara-negara Teluk adalah memperdalam kerja sama internal GCC dan meningkatkan hubungan dengan Tiongkok. Tiongkok dianggap sebagai mitra ekonomi yang lebih andal daripada AS. Di sisi lain, AS dianggap tidak mampu mencegah serangan Israel ke Doha, yang membuat rasa percaya negara-negara Teluk terhadap AS semakin tipis.

Emir Qatar, Thamim bin Hamad Al Thani, juga hadir dalam shalat jenazah korban bom Israel di Doha. Tindakan ini menunjukkan bahwa Qatar tidak ingin mengabaikan posisi Hamas, meski memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Ini menjadi tanda bahwa Qatar mungkin mulai membangun kembali hubungan dengan negara-negara Teluk yang lebih solid.