Eksekusi Silfester Matutina Tertunda 6 Tahun, Ini Kembali Kasus Fitnah ke Jusuf Kalla

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Silfester Matutina Kembali Jadi Sorotan Setelah Diangkat sebagai Komisaris di BUMN

Nama Silfester Matutina kembali mencuat setelah ditunjuk sebagai Komisaris Independen di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ID Food atau PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI) pada 18 Maret 2025. Ia kembali menjadi perhatian publik karena meskipun telah divonis sebagai terpidana atas kasus penghinaan terhadap mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, ia masih berstatus bebas.

Silfester dikenal sebagai salah satu tokoh yang aktif mendukung Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Ia sering tampil di berbagai stasiun televisi untuk membela Presiden dan keluarganya. Sebagai Ketua Umum Solidaritas Merah Putih, ia juga aktif memberikan respons terhadap para kritik terhadap Jokowi.

Latar Belakang Kasus Silfester Matutina

Berdasarkan catatan Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, majelis hakim menyatakan Silfester bersalah melakukan tindak pidana fitnah. Ia dipidana atas pernyataan yang dinilai memfitnah Jusuf Kalla. Dalam pernyataannya, Silfester menyebut bahwa akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla, yang menggunakan rasisme dan isu sara untuk memenangkan Anies-Sandi pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

Pada tahun 2017, keluarga Jusuf Kalla melaporkan Silfester ke Badan Reserse Kriminal Polri. Keluarga menilai bahwa dalam orasinya di kawasan Mabes Polri, Kebayoran Baru, Jakarta pada pertengahan Mei 2017, Silfester dianggap melecehkan Jusuf Kalla. Menurut perwakilan tim pengacara keluarga Kalla, Muhammad Ihsan, pernyataan Silfester mengklaim bahwa keluarga Jusuf Kalla melakukan korupsi sehingga masyarakat Nusa Tenggara Timur dan Bali menjadi miskin.

Menurut Ihsan, keluarga JK bereaksi terhadap tudingan Silfester terkait pelaksanaan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. "Dia menuduh Pak JK (Kalla) menggunakan agama, menggunakan masjid untuk memenangkan pasangan Anies-Sandi," tuturnya.

Vonis dan Proses Hukum

Silfester kemudian divonis 1 tahun penjara pada 30 Juli 2018, lalu dikuatkan di tingkat banding pada 29 Oktober 2018. Di tingkat kasasi, ia tetap dinyatakan bersalah dan hukumannya diperberat menjadi 1 tahun 6 bulan penjara. Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada tanggal 20 Mei 2019.

Dalam putusan tersebut, Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP. Adapun vonis dibacakan oleh Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.

Mantan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa ia sudah menerbitkan surat eksekusi terhadap terpidana Silfester Matutina ketika masih menjabat sebagai Kajari Jaksel. "Sudah, tapi pada saat itu kemudian tidak bisa dilakukan karena sempat hilang dan keburu Covid," kata Anang yang kini menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung saat ditemui di Kejagung, Kamis, 14 Agustus 2025.

Menurut Anang, selama masa pandemi, banyak orang dikeluarkan dari tahanan, sehingga saat itu tidak memungkinkan untuk menahan tersangka, terdakwa, maupun terpidana.

Sebelumnya, Anang juga menyatakan pihak kejaksaan akan segera melaksanakan eksekusi terhadap Silfester. Ia menyampaikan bahwa pihak Kejari Jakarta Selatan berniat mengundang Silfester pada 4 Agustus 2025 untuk memulai penahanan. “Kalau dia enggak datang ya silakan saja, kami harus eksekusi,” kata Anang.

Tanggapan Silfester dan Proses Hukum yang Masih Berlangsung

Menanggapi rencana eksekusi tersebut, Silfester menyatakan siap menjalani proses hukum. “Enggak ada masalah (kalau akhirnya dipenjara),” katanya di Polda Metro Jaya pada hari yang sama. Namun, ia mengaku belum menerima surat penahanan dari kejaksaan.

Menurut dia, permasalahan dengan Jusuf Kalla sudah selesai di luar pengadilan. Dia mengatakan telah berdamai dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. "Itu sudah selesai dengan adanya perdamaian. Bahkan saya beberapa kali bertemu dengan Jusuf Kalla dan kami berhubungan baik. Dan proses hukum juga sudah saya jalani," kata Silfester.

Kendati demikian, hingga hari ini, eksekusi terhadap Silfester belum tampak. Itu artinya vonis itu telah berusia 6 tahun.

Sementara itu, nama Silfester Matutina tercatat sebagai pemohon yang mengajukan langkah hukum peninjauan kembali atau PK pada Selasa, 5 Agustus 2025. Data ini dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Tim Advokasi Antikriminalisasi Akademisi dan Aktivis melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri ke tiga pihak di Kejaksaan Agung buntut mandeknya proses hukum yang menjerat Silfester Matutina dalam kasus fitnah terhadap mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla. Ia dilaporkan kepada Jaksa Agung ST Burhanuddin, Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas), dan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan (Jambin) Kejaksaan Agung.

Anggota tim advokasi, Ahmad Khozinudin, berpendapat permintaan upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan Silfester Matutina tidak dapat mengintervensi putusan kasasi Mahkamah Agung RI. “Bahwa meskipun Terpidana Silfester Matutina saat ini diketahui telah mengajukan upaya hukum Peninjauan Kembali (PK), namun upaya hukum ini tidak dapat menghalangi atau menunda pelaksanaan eksekusi putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 287 K/PID/2019,” tertulis dalam surat aduan mereka, tertanggal Jumat, 15 Agustus 2025.

Achmad Ghiffary Mannan dan Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.