
Teknologi Radiasi sebagai Solusi untuk Mengurangi Kerugian Pangan di Indonesia
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyoroti peran penting teknologi radiasi dalam mencegah hilangnya atau kerusakan pangan di Indonesia. Teknologi ini dinilai memiliki potensi besar untuk mendukung visi nasional serta menjaga kemandirian pangan negara.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN, Syaiful Bakhri, menyampaikan bahwa salah satu tantangan utama dalam mencapai swasembada pangan adalah tingginya angka food loss, yang mencapai sekitar 50 juta ton per tahun. Angka ini setara dengan kerugian ekonomi hingga Rp500 triliun. Food loss terjadi pada berbagai tahap rantai pasok, mulai dari produksi, pasca panen, pemrosesan, hingga distribusi, sebelum produk akhirnya sampai ke konsumen.
Berbeda dengan food waste, yang terjadi karena pembuangan makanan oleh konsumen atau pengecer, food loss lebih berkaitan dengan proses pengelolaan pangan sebelum sampai ke tangan akhir. Dalam konteks ini, teknologi radiasi bisa menjadi solusi efektif untuk memperpanjang umur simpan pangan dan meningkatkan efisiensi rantai pasok.
“Dengan menggunakan teknologi radiasi, umur simpan bahan pangan dapat diperpanjang dan rantai pasok bisa berjalan lebih baik. Ini menjadi fondasi penting dalam mencapai swasembada pangan dan mengurangi food loss secara nasional,” ujar Syaiful dalam webinar Brida bertema Pemanfaatan Teknologi Radiasi untuk Pangan.
Menurut Syaiful, teknologi radiasi telah digunakan di lebih dari 60 negara dan menjadi syarat ekspor di banyak pasar besar. Hingga saat ini, terdapat hampir 300 instalasi radiasi pangan di dunia yang terbukti efektif dalam memperpanjang masa simpan, menjaga kandungan gizi, serta menghilangkan mikroba maupun hama tanpa mengubah rasa atau kualitas pangan.
Di Indonesia, BRIN sedang membangun ekosistem riset dan fasilitas radiasi pangan. Salah satunya adalah fasilitas iradiasi di Kalimantan Timur yang diinisiasi bersama pemerintah daerah. Syaiful menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dan dukungan pemerintah daerah agar potensi pangan lokal dapat dimanfaatkan secara optimal dan diekspor dengan nilai tambah tinggi.
“Teknologi radiasi bisa meningkatkan daya saing produk dan mempercepat pertumbuhan industri pangan berbasis radiasi di berbagai daerah,” katanya.
Inovasi ini tidak hanya membantu dalam ekspor produk pertanian, tetapi juga menjaga kualitas pangan dan meningkatkan kemandirian pangan nasional. Meskipun demikian, ada beberapa tantangan dalam penerapan teknologi ini, seperti penerimaan publik dan keterbatasan infrastruktur di daerah.
Namun, Syaiful menegaskan bahwa teknologi ini relatif sederhana, ramah lingkungan, dan mudah diterapkan oleh pemerintah daerah. BRIN aktif melakukan sosialisasi, pelatihan, serta kolaborasi nasional dan internasional untuk memperkuat ketahanan pangan dan meningkatkan devisa dari sektor pangan.
Dengan optimalisasi teknologi radiasi pangan, BRIN yakin bahwa Indonesia dapat menekan angka food loss, memperkuat ketahanan pangan, serta memberikan nilai tambah dan daya saing pada produk pangan lokal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!