
Wali Kota Surabaya Ungkap Dugaan Pungli dalam Pengurusan Administrasi Kependudukan
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, mengungkap adanya dugaan pungutan liar (pungli) dalam pengurusan administrasi kependudukan. Ia menyatakan bahwa telah menerima laporan dari warga terkait praktik tersebut. Nominal yang diminta berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta.
Peristiwa ini pertama kali diungkap setelah ada laporan tentang pungli yang terjadi di Kelurahan Kebraon. Seorang warga mengaku memberikan uang sebesar Rp 500.000 untuk mengurus Kartu Keluarga (KK). Eri menjelaskan bahwa nominal tersebut bervariasi, mulai dari Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta.
“Ada yang Rp 500.000, Rp 1 juta, dan ada yang Rp 1,5 juta,” ujar Eri saat berbicara di Balai Kota Surabaya, Rabu (10/9/2025).
Dari laporan tersebut, Eri menemukan sekitar 15 kasus dugaan pungli yang dilaporkan oleh warga. Namun, ia menegaskan bahwa semua laporan perlu dibuktikan lebih lanjut. “Banyak ya, ada sekitar 15 laporan (pungli), tapi ini mau saya hubungi dulu (pelapornya), karena tidak ada bukti, cuman hanya menyampaikan-menyampaikan saja.”
Meski demikian, Eri tidak akan langsung memberhentikan pejabat publik yang dilaporkan. Hal ini disebabkan laporan tersebut masuk sebelum kebijakan pemecatan berlaku. Ia menjelaskan bahwa jika laporan tersebut datang sebelum kebijakan tersebut, maka akan diberikan sanksi sesuai dengan hasil pemeriksaan dari Inspektorat. Namun, jika pelanggaran terjadi setelah kebijakan tersebut, maka akan langsung dipecat.
Eri berharap agar tidak ada lagi pegawai Pemkot Surabaya yang melakukan praktik pungli dalam pengurusan dokumen. Menurutnya, para pegawai dipilih untuk melayani warga, bukan untuk memperkaya diri sendiri.
Sebelumnya, Eri telah meminta seluruh kepala dinas hingga lurah membuat surat pernyataan bahwa mereka tidak akan melakukan pungli. Jika melanggar, maka akan langsung dipecat dari jabatannya.
“Saya mengumpulkan semua lurah, camat, kepala dinas, kepala bagian. Ternyata ada penguli yang memang harus kita selesaikan,” kata Eri di Graha Sawunggaling, Selasa (9/9/2025).
Ia juga meminta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk segera sosialisasi larangan pungli. Jika tidak dilaksanakan dan ditemukan kasus, maka akan ada tindakan tegas.
“Kepala OPD harus bisa melakukan sosialisasi. Kalau sudah melakukan sosialisasi, melakukan pengumuman, ternyata anak buahnya seperti itu, maka sudah selesai tugasnya. Tapi kalau kepala OPD tidak pernah melakukan sosialisasi, tidak pernah melakukan pertemuan, ternyata anak buahnya seperti itu, maka saya copot dari jabatannya.”
Eri menegaskan komitmennya untuk memberantas praktik pungli di seluruh jajaran Pemkot Surabaya. Jika terjadi pelanggaran, maka akan diberikan sejumlah sanksi, termasuk pemberhentian dari jabatan.
“Saya sampaikan di Surabaya sudah ada Peraturan Wali Kota (Perwali) gratifikasi. Tidak boleh siapapun itu menerima uang dan tidak boleh siapapun itu meminta uang,” tegas Cak Eri.
Untuk mengoptimalkan komitmen ini, Eri akan mewajibkan seluruh pegawai Pemkot Surabaya, baik Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) maupun tenaga lapangan, untuk membuat surat pernyataan. Bertandatangan di atas materai, mereka berjanji tidak akan menerima atau meminta uang dalam pelayanan publik.
“Saya juga minta tidak ada lagi pelayanan publik yang berbelit dan harus membantu dan memberikan solusi, atau melapor kepada pimpinan jika ada kendala,” ujar Wali Kota dua periode ini.
Pelayanan publik harus berjalan sesuai jadwal mulai tepat pukul 07.30 WIB. “Saya juga menegaskan lagi bahwa pelayanan adminduk di balai RW harus tetap berjalan tanpa pungutan,” imbuhnya.
Selain itu, Cak Eri memberikan peringatan tegas bagi seluruh pegawai Pemkot Surabaya. Jika ada yang terbukti melakukan pungli lagi setelah peringatan ini, maka tidak ada lagi toleransi.
“Kalau sudah peringatan ini lagi, maka tidak ada lagi peringatan tertulis langsung dicopot dari pegawai Pemkot Surabaya,” katanya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!