
Kebijakan Baru Pemerintah Trump Menghentikan Visa Kunjungan untuk Warga Gaza
Pemerintahan Trump mengumumkan kebijakan baru yang menghentikan sementara pemberian visa kunjungan bagi warga Gaza. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran terhadap akses anak-anak dan keluarga Gaza yang membutuhkan perawatan medis di Amerika Serikat.
Departemen Luar Negeri menyatakan bahwa semua visa akan ditinjau ulang. Langkah ini diambil setelah adanya tekanan dari aktivis sayap kanan, Laura Loomer, yang melakukan kampanye lobi intensif. Dalam unggahan media sosialnya, Loomer menyebut penerbangan medis sebagai ancaman keamanan nasional dan mengaitkannya dengan Hamas tanpa bukti yang jelas. Ia juga menekan sejumlah pejabat federal agar menutup program tersebut.
HEAL Palestine, sebuah organisasi nonprofit berbasis di Ohio yang mengatur evakuasi medis, menyampaikan kekhawatiran mendalam atas keputusan ini. Sejak awal tahun, mereka telah mengevakuasi 63 anak dari Gaza, termasuk 11 anak berusia 6–15 tahun yang tiba bulan ini di sembilan kota AS untuk menjalani perawatan. Banyak dari mereka menderita luka parah, kehilangan anggota tubuh, serta mengalami malnutrisi.
Dalam pernyataannya, HEAL Palestine menegaskan bahwa program ini murni untuk perawatan medis, bukan pemukiman pengungsi. Anak-anak yang dirawat diharapkan kembali ke keluarga mereka di Mesir setelah proses pengobatan selesai. “Misi kami memberi anak-anak kesempatan hidup baru, entah melalui operasi penyelamatan nyawa atau kemampuan berjalan kembali,” kata organisasi itu.
Menteri Luar Negeri Marco Rubio membela keputusan tersebut. Menurutnya, tidak hanya anak-anak yang masuk dalam program itu, tetapi juga orang dewasa yang mendampingi. Rubio mengatakan pihaknya menerima pertanyaan dari sejumlah kantor kongres, sehingga perlu meninjau ulang proses penerbitan visa. “Kami tidak akan bermitra dengan kelompok yang memiliki simpati terhadap Hamas,” ujarnya.
Sementara itu, Loomer yang memiliki sejarah panjang aktivisme anti-Islam, mengeklaim dirinya ikut berperan mendorong penghentian visa ini. Ia sebelumnya pernah menyerukan agar Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai organisasi teroris, dan kini mendorong kebijakan serupa di bawah pemerintahan Trump.
Keputusan tersebut mendapat kritik dari kalangan pakar imigrasi. Julia Gelatt dari Migration Policy Institute menyebut langkah itu konsisten dengan kebijakan imigrasi Trump yang melihat imigran sebagai ancaman. “Sulit membayangkan anak-anak yang datang untuk operasi medis bisa menjadi risiko keamanan nasional,” ujarnya.
Andrew Miller, mantan pejabat senior Departemen Luar Negeri, juga menilai kekhawatiran keamanan tidak berdasar. Ia menekankan, untuk keluar dari Gaza dan mengajukan visa ke kedutaan AS di Kairo, Amman, atau Yerusalem, warga Palestina harus melalui pemeriksaan ketat oleh militer Israel serta otoritas keamanan lain.
Dr. Mohammad Subeh, relawan HEAL Palestine, mengatakan anak-anak yang dibawa ke AS mengalami trauma tulang, luka bakar parah, serta komplikasi akibat gizi buruk. Ia menyayangkan kebijakan ini lahir dari ketakutan dan kebencian yang mendahulukan politik daripada keselamatan anak-anak.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!