
Pengelolaan Tambang yang Canggih di Grasberg Block Cave
Di pusat ruang kendali jarak jauh, puluhan operator berada di depan layar besar sambil memainkan kursor dan joystick untuk mengendalikan alat berat seperti loader dan rock breaker. Aktivitas ini dilakukan di Grasberg Block Cave, Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Berbeda dari bayangan pertambangan yang biasanya penuh debu dan bahaya, para operator ini dapat menjalankan operasi dari jarak 8–10 kilometer.
Area pertambangan yang terletak tepat di bawah Grasberg Open Pit ini dikelola oleh PT Freeport Indonesia (PTFI). Dari lokasi tersebut, perusahaan mampu memproduksi sekitar 208.000–210.000 ton bijih setiap hari. Proses produksi jarak jauh ini merupakan inovasi penting dari Freeport untuk meminimalisir risiko di tambang bawah tanah, seperti paparan debu, gas berbahaya, dan lumpur basah.
Freeport telah menjadi salah satu pertambangan bawah tanah emas dan tembaga berteknologi tinggi terbesar di dunia. Sejak awal operasinya, perusahaan telah memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Presiden Direktur PTFI Tony Wenas menyebutkan bahwa perusahaan telah berinvestasi sebesar US$24 miliar sejak tahun 1992. Sementara itu, untuk tambang bawah tanah, PTFI telah menggelontorkan modal sekitar US$10 miliar sejak 2004.
"Setiap tahun kami tetap berinvestasi US$1 miliar lagi. Jadi ke depan masih akan ada sekitar US$15 miliar untuk kita investasikan [sampai 2041]," katanya. Freeport telah mendapatkan perpanjangan izin usaha pertambangan hingga 2041, namun pemerintah diharapkan dapat memberikan tambahan waktu lebih banyak untuk aktivitas tersebut.
Dalam hitungan PTFI, pengembangan tambang bawah tanah yang telah beroperasi saat ini membutuhkan waktu sekitar 12 tahun. Begitupun untuk membangun tambang bawah tanah baru lainnya, diperlukan durasi 12–15 tahun lagi. Alhasil, perpanjangan kontrak diperlukan untuk memberikan kepastian bagi perusahaan dalam mempersiapkan pengembangan tambang bawah tanah baru demi menjaga penerimaan negara dari sektor tersebut.
Secara keseluruhan, penerimaan negara dalam bentuk pajak, royalti, dividen, dan pungutan lainnya dari tambang ini telah mencapai US$4,6 miliar atau sekitar Rp79 triliun pada 2024. Realisasi ini termasuk dengan kontribusi ke daerah yang mencapai lebih dari Rp11,5 triliun pada periode tersebut.
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Freeport tidak hanya fokus pada produksi, tetapi juga menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan telah menanami kembali area reklamasi seluas 590 hektare dengan anggaran tidak kurang Rp10 triliun. Seluruh upaya ini juga dikontrol langsung oleh Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup.
Selain itu, PTFI juga mengelola area tailing seluas 23.000 hektare. Dari total tersebut, PTFI berkomitmen untuk menanam mangrove seluas 10.000 hektare di Mimika dan 2.000 hektare di luar Mimika seperti Kalimantan.
PTFI juga terus berkomitmen memberikan manfaat kepada masyarakat di sekitar wilayah operasional melalui berbagai program investasi sosial. Pada 2024, nilai investasi sosial PTFI mencapai lebih dari Rp2 triliun dan akan terus bertambah sekitar US$100 juta atau Rp1,5 triliun per tahun sampai dengan 2041.
Salah satu investasi sosial yang telah dijalankan oleh Freeport adalah Papua Football Academy (PFA) di Mimika Sport Complex. Fasilitas ini telah berdiri sejak tiga tahun lalu dengan menghasilkan 60 anak didik asli Papua. Akademi ini tidak hanya memberikan pelatihan sepak bola, tetapi juga mengajarkan peserta didik untuk cakap dalam berbicara, berbahasa Inggris, hingga gaya hidup bersih.
Program investasi Freeport lainnya adalah Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP). Area seluas 9,8 hektare ini menjadi rumah dan sekolah bagi anak-anak dari tujuh suku asli Papua. Di sini, siswa belajar berbagai hal penting termasuk bahasa Inggris dan kelas coding. SATP juga telah membukukan sejumlah prestasi internasional termasuk Asian International Mathematical Olympiad.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!