
Fenomena Sound Horeg yang Viral dan Dampaknya pada Masyarakat
Sound horeg, sebuah fenomena suara bising yang menggelegar, kini tengah menjadi perbincangan di berbagai kalangan masyarakat. Suara ini biasanya dihasilkan dari sistem audio besar seperti speaker modifikasi atau sound system jalanan. Kehadirannya menimbulkan kesan heboh dan unik, sehingga menarik banyak perhatian.
Fenomena ini tidak hanya populer di kalangan muda, tetapi juga mencuri perhatian publik karena keunikan suaranya. Salah satu tokoh yang menjadi sorotan adalah Memed Potensio, operator sound system Brewog Studio. Ia dikenal dengan julukan Thomas Alva Edi Sound oleh warganet. Namun, popularitas sound horeg juga membawa konsekuensi serius, termasuk insiden kematian seorang ibu muda di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, saat menyaksikan festival sound horeg.
Suara sound horeg bisa mencapai intensitas hingga 130-135 desibel (dB), jauh melebihi ambang batas aman pendengaran manusia yang direkomendasikan oleh WHO, yaitu 60-80 dB. Hal ini memicu kekhawatiran terkait dampak kesehatan dan kenyamanan masyarakat.
Apakah Sound Horeg Bisa Masuk Perumahan?
Menurut Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (Waketum DPP REI) Bambang Ekajaya, permukiman elite cenderung sulit terkena pengaruh sound horeg. "Selain market-nya yang tidak pas, juga pengamanan dengan sistem cluster tertutup," ujarnya. Namun, ia juga menyebut bahwa sound horeg bisa saja masuk ke area rumah subsidi, tergantung kebijakan warga dan pengurus RT, RW, hingga kelurahan.
Bambang mengibaratkan fenomena ini seperti tukang sayur keliling. "Beberapa perumahan memperbolehkan. Tapi, banyak kawasan lain yang melarang. Jadi, tergantung hukum pasar, supply (suplai) dan demand (permintaan)," katanya.
Aturan Bunyi-bunyian di Perumahan
Aturan tentang kebisingan diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Dalam aturan ini disebutkan bahwa setiap usaha atau kegiatan harus melakukan upaya pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan. Kebisingan diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Baku tingkat kebisingan merupakan batas maksimal tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan agar tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Berikut rincian aturan baku tingkat kebisingan di berbagai lokasi:
- Perumahan dan Pemukiman: 55 db
- Perdagangan dan Jasa: 70 db
- Perkantoran dan Perdagangan: 65 db
- Ruang Terbuka Hijau: 50 db
- Industri: 70 db
- Pemerintahan dan Fasilitas Umum: 60 db
- Rekreasi: 70 db
- Kawasan Khusus: Bandar Udara dan Stasiun Kereta Api 60 db, Pelabuhan Laut dan Cagar Budaya 70 db
Untuk lingkungan kegiatan:
- Rumah Sakit atau sejenisnya: 55 db
- Sekolah atau sejenisnya: 55 db
- Tempat Ibadah atau sejenisnya: 55 db
Metode Pengukuran Kebisingan
Pengukuran tingkat kebisingan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara sederhana dan cara langsung.
- Cara Sederhana: Menggunakan sound level meter biasa, dengan pengukuran selama 10 menit untuk tiap pengukuran, pembacaan dilakukan setiap 5 detik.
- Cara Langsung: Menggunakan integrating sound level meter yang memiliki fasilitas pengukuran LTMS (Leq), dengan waktu ukur setiap 5 detik, pengukuran dilakukan selama 10 menit.
Waktu pengukuran dilakukan selama 24 jam (LSM), dengan aktivitas siang hari selama 10 jam (LS) pada pukul 06.00-22.00 dan aktivitas malam hari selama 8 jam (LM) pada pukul 22.00-06.00.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!