
Sejarah dan Peran Radio Republik Indonesia dalam Membangun Bangsa
Hari Radio Nasional kembali diperingati pada hari Kamis, 11 September 2025. Tahun ini menjadi momen istimewa karena Radio Republik Indonesia (RRI) genap berusia 80 tahun. Tema yang diusung dalam perayaan kali ini adalah “Memperkuat Peran RRI Mendukung Tujuan Negara, Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”. Tema ini menekankan pentingnya peran RRI dalam menjaga persatuan bangsa, menyediakan informasi yang sehat, serta mendukung kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia yang lebih maju.
Awal Mula Hari Radio Nasional
Hari Radio Nasional ditetapkan sebagai hari peringatan atas berdirinya RRI pada tanggal 11 September 1945. Sejarah ini tidak bisa dipisahkan dari penghentian siaran radio milik pemerintah Jepang, Hoso Kyoku, pada 19 Agustus 1945, hanya beberapa hari setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Meskipun radio sudah ada sebelum kemerdekaan, seperti Batavia Radio Vereniging (BRV) yang mulai beroperasi pada 16 Juni 1925 di Batavia (sekarang Jakarta), situasi pasca-kemerdekaan membuat radio menjadi alat komunikasi vital bagi pemerintah maupun rakyat.
Radio sebagai Alat Komunikasi Vital Pasca-Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia menghadapi situasi yang sangat genting. Kabar dari radio asing menyebarkan informasi bahwa Belanda akan kembali menjajah Indonesia. Dalam kondisi tersebut, tokoh-tokoh yang sebelumnya aktif di siaran Jepang menyadari betapa pentingnya radio sebagai sarana komunikasi antara pemerintah dan rakyat.
Radio dianggap lebih cepat dan mudah diakses dibandingkan media lainnya. Selain itu, radio juga tahan terhadap gangguan, termasuk selama masa pertempuran. Hal ini mendorong lahirnya gagasan untuk membentuk sebuah radio nasional.
Pembentukan Radio Republik Indonesia
Pada sore hari 11 September 1945, delapan tokoh mantan penyiar Hoso Kyoku bertemu dengan pemerintah Indonesia di Gedung Raad Van Indje, Pejambon, Jakarta. Mereka adalah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudomomarto, Harto, dan Maladi. Abdulrahman Saleh menjadi ketua delegasi dan menekankan pentingnya radio sebagai alat komunikasi cepat antara pemerintah dan rakyat.
Pertemuan ini menghasilkan beberapa kesepakatan penting, seperti pembentukan Persatuan Radio Republik Indonesia, penyerahan RRI kepada Presiden dan Pemerintah RI sebagai alat komunikasi resmi, serta penyaluran hubungan pemerintah dengan RRI melalui Abdulrahman Saleh.
Lahirnya RRI dan Perannya dalam Perjuangan
Pada tengah malam, delegasi dari delapan stasiun radio di Jawa kembali menggelar rapat. Perwakilan yang hadir berasal dari Purwokerto, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, dan Bandung, sementara Surabaya dan Malang tidak mengirimkan wakil. Dari pertemuan tersebut, lahirlah Radio Republik Indonesia (RRI) dengan Abdulrahman Saleh sebagai pemimpin pertama.
Sejak saat itu, RRI menjadi ujung tombak komunikasi resmi pemerintah kepada rakyat, sekaligus menjadi sarana perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Seiring perkembangan zaman, RRI terus bertransformasi. Saat ini, RRI tidak hanya hadir melalui gelombang radio konvensional, tetapi juga melalui aplikasi ponsel pintar, siaran berbasis internet, hingga sistem ruang berita yang memanfaatkan kecerdasan buatan (AI).
Peran RRI di Era Digital
Transformasi ini dilakukan agar RRI tetap relevan di tengah persaingan media digital, sekaligus memperkuat posisinya sebagai lembaga penyiaran publik milik bangsa. Peringatan Hari Radio Nasional ke-80 bukan hanya momentum untuk mengenang sejarah lahirnya RRI, tetapi juga menegaskan kembali peran strategis radio dalam menyatukan bangsa.
Di era digital, RRI diharapkan mampu terus berinovasi demi mewujudkan informasi yang sehat dan mendorong kesejahteraan rakyat Indonesia. Melalui berbagai inovasi dan transformasi, RRI tetap menjadi bagian penting dalam membangun bangsa yang bersatu, berdaulat, dan sejahtera.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!