Rudi Suparmono Menyangkal Isu Rp20 M Terkait CPO

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penyangkalan Rudi Suparmono Mengenai Uang yang Disita dari Rumahnya

Dalam sidang kasus dugaan suap terhadap majelis hakim yang memberikan vonis bebas kepada tiga korporasi crude palm oil (CPO), mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Rudi Suparmono membantah bahwa uang yang disita dari rumahnya berasal dari perkara korporasi CPO. Hal ini diungkapkan saat ia dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di PN Jakarta Pusat.

Pada berita acara pemeriksaan (BAP), Rudi mengakui bahwa jumlah uang yang ditemukan oleh penyidik adalah sebesar Rp 20,1 miliar, bukan angka yang disebutkan jaksa sebesar Rp 21 miliar. Dalam sesi pemeriksaan, jaksa bertanya apakah uang tersebut berkaitan dengan penanganan perkara perdata dan tipikor Migor (CPO). Rudi menolak keterkaitan tersebut dan menegaskan bahwa uang tersebut terkait dengan kasus yang menjeratnya, yaitu terkait penanganan perkara pembunuhan dengan tersangka Gregorius Ronald Tannur.

Sidang Vonis Lepas untuk Eksportir CPO

Rudi juga hadir dalam sidang vonis terhadap tiga korporasi CPO karena ia pernah menjabat sebagai Ketua PN Jakpus pada April hingga Oktober 2024. Saat itu, banyak perkara CPO korporasi sedang bergulir. Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima orang hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dari kuasa hukum tiga korporasi sawit untuk menjatuhkan vonis bebas dalam kasus korupsi terkait ekspor CPO.

Beberapa tokoh yang didakwa antara lain eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta yang diduga menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, yang menerima Rp 2,4 miliar; serta Djuyamto selaku ketua majelis hakim yang menerima Rp 9,5 miliar. Dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Tiga korporasi yang terlibat dalam kasus ini antara lain Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Masing-masing grup terdiri dari beberapa perusahaan yang terlibat dalam industri kelapa sawit. Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas terhadap ketiga korporasi tersebut.

Kasus Pembunuhan Gregorius Ronald Tannur

Selain menjadi saksi dalam kasus CPO, Rudi Suparmono juga merupakan mantan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya. Ia telah divonis tujuh tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada 22 Agustus lalu. Majelis hakim menilai Rudi terbukti menerima suap dalam perkara pengurusan vonis bebas kepada terdakwa perkara pembunuhan Gregorius Ronald Tannur.

Dalam kasus ini, Rudi disebut menerima uang suap sebesar 43.000 dollar Singapura atau setara Rp 21,9 miliar. Dia dinilai melanggar Pasal 5 Ayat 2 dan Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Kesimpulan

Sidang yang digelar dalam kasus dugaan suap terhadap majelis hakim mencerminkan kompleksitas sistem peradilan Indonesia, khususnya dalam penanganan kasus-kasus besar seperti korupsi dan perdagangan komoditas. Penyidikan dan persidangan yang dilakukan oleh lembaga anti-korupsi menunjukkan upaya untuk memastikan transparansi dan keadilan dalam proses hukum. Namun, masih ada tantangan dalam menjaga integritas sistem peradilan dan mencegah adanya praktik korupsi yang merusak kepercayaan publik.