
DPRD Bengkulu Utara Gelar Rapat Dengar Pendapat Terkait Limbah PT BBS
Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bengkulu Utara menggelar rapat dengar pendapat (hearing) terkait isu limbah yang diduga mencemari lingkungan sekitar. Rapat ini juga bertujuan untuk meneliti lebih dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dari perusahaan PT BBS.
Rapat yang berlangsung di ruang rapat lantai I Sekretariat DPRD Bengkulu Utara, sekitar pukul 10.00 WIB, dihadiri oleh perwakilan PT BBS, kepala desa, serta dinas terkait. Tujuan utamanya adalah untuk membahas hasil uji laboratorium mengenai kualitas air yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup. Dalam hasil tersebut, satu dari tiga sampel air menunjukkan indikasi melebihi batas maksimum baku mutu.
Menurut Ketua Komisi III DPRD Bengkulu Utara, Edi Saputra, hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa kualitas air sungai berada dalam ambang normal. Namun, ada temuan pada kolam rembesan yang melampaui batas yang diperbolehkan.
"Hasil uji laboratorium Dinas Lingkungan Hidup menunjukkan bahwa air sungai dalam kondisi normal. Tapi, ada indikasi kelebihan pada kolam rembesan," jelas Edi.
Selain itu, ditemukan fakta bahwa proses pengurusan Amdal tidak melibatkan desa setempat. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Menurut informasi yang dikumpulkan dari para kepala desa, proses Amdal seharusnya dimulai dari tingkat desa. Namun, semua kepala desa menyatakan bahwa mereka tidak dilibatkan dalam proses tersebut.
"Proses Amdal harus berjalan dari desa. Setelah kami cek, ternyata tidak ada partisipasi dari pihak desa. Ini menjadi hal penting yang perlu diperhatikan," tambah Edi.
Sayangnya, selama rapat berlangsung, pihak perusahaan tidak membawa dokumen Amdal. Edi menyampaikan bahwa dokumen tersebut diminta, namun belum dibawa saat hearing.
"Dokumen Amdal kita minta, tapi hingga saat ini belum dibawa," ujar Edi.
Akibatnya, hasil dari hearing ini belum memberikan kesepakatan yang jelas. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai dokumen Amdal yang dimiliki oleh perusahaan.
Di sisi lain, manajer perusahaan, Berton, enggan memberikan respons terhadap pertanyaan awak media. Saat diwawancarai, ia hanya menjawab, "Tidak bisa bicara lagi, sudah lapar."
Selain itu, beberapa pihak perusahaan juga mencoba menghalangi proses wawancara dengan awak media. Tindakan ini menimbulkan ketegangan dan memperkuat kekhawatiran masyarakat terhadap transparansi dan tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Rapat dengar pendapat ini menjadi langkah awal untuk memastikan bahwa perusahaan mematuhi regulasi lingkungan dan melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat dan pemerintah daerah tetap menantikan langkah-langkah lebih lanjut dari DPRD dalam menyelesaikan masalah ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!