Purbaya Disanjung Jokowi, Mahzab Berbeda, Dosa Ekonomi Terungkap

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Penilaian Jokowi terhadap Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan

Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi), menyampaikan pendapatnya mengenai calon menteri keuangan yang akan menggantikan Sri Mulyani. Ia menilai bahwa Purbaya Yudhi Sadewa adalah sosok yang tepat untuk posisi tersebut, khususnya dalam membantu Presiden Prabowo Subianto menjalankan pemerintahan.

Jokowi menekankan bahwa pendekatan ekonomi yang dimiliki oleh Purbaya berbeda dari pendekatan yang sebelumnya digunakan oleh Sri Mulyani. Menurutnya, perbedaan ini justru menjadi nilai tambah dalam menghadapi tantangan ekonomi saat ini.

“Bagus, bagus. Saya kenal baik dengan Pak Purbaya. Sangat bagus dan mazhabnya memang berbeda dengan Bu Sri Mulyani,” ujarnya di Solo, Jawa Tengah, pada Jumat (12/9/2025).

Menurut Jokowi, perbedaan pendekatan tersebut telah memberikan dampak positif terhadap pasar. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali naik, dolar melemah, dan rupiah menguat. Hal ini menunjukkan bahwa pasar bisa menerima pendekatan baru tersebut.

“IHSG kembali naik, dolar melemah, rupiah menguat. Artinya pasar bisa menerima itu. Kalau pasar menerima, artinya investor, aliran uang akan kembali masuk ke negara kita,” tambahnya.

Pengingkaran Dosa Ekonomi Istana

Sebelum dilantik sebagai Menteri Keuangan, Purbaya pernah mengungkit beberapa kebijakan ekonomi yang dianggap tidak optimal selama masa pemerintahan Jokowi. Salah satunya adalah penempatan dana negara hanya di Bank Indonesia (BI) tanpa dimanfaatkan secara produktif.

Purbaya menilai bahwa jika dana negara hanya disimpan di BI, maka presiden akan menanggung "dosa ekonomi" dua kali. Pertama, ekonomi tidak berkembang, dan kedua, sistem keuangan menjadi kering sehingga sulit bergerak.

“Pak, kalau uang bapak ditaruh di BI, dosa bapak dua. Pertama, bapak enggak bangun ekonominya. Kedua, sistem jadi kering enggak bisa jalan juga,” katanya.

Ia menyarankan agar dana negara ditempatkan di bank-bank BUMN seperti Himbara, meskipun tidak langsung membangun infrastruktur. Namun, setidaknya perekonomian tetap bergerak.

“Jadi kalau balikin ke sistem perekonomian, ke bank Himbara misalnya, dosa bapak tinggal satu. Yaitu, satu ya enggak bangun aja, tapi ekonominya bisa jalan kalau itu yang dimanfaatkan adalah real sektor,” jelasnya.

Perbedaan Era SBY dan Jokowi

Purbaya juga menyebut perbedaan kondisi ekonomi antara masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi. Di era SBY, pertumbuhan M0 (base money) rata-rata mencapai 17 persen, sehingga kredit bisa tumbuh hingga 22 persen.

“Jadi pada waktu zaman Pak SBY, walaupun dia enggak bangun infrastruktur habis-habisan, private sektor (pihak swasta) yang hidup yang menjalankan ekonomi,” katanya.

Tax ratio pun ikut tumbuh sebesar 0,5 persen. Sebaliknya, di masa Jokowi, pertumbuhan M0 hanya sekitar 7 persen. Bahkan, di titik-titik tertentu, pertumbuhan M0 bahkan mencapai 0 persen selama dua tahun terakhir sebelum krisis.

“Bahkan, di titik-titik itu sepanjang tahun, 2 tahun terakhir sebelum krisis itu tumbuhnya 0 persen. Memang ekonomi dicekek, cuman saya enggak tahu waktu itu, karena saya di bagian Maritim,” ujarnya.

Purbaya mengaku kaget ketika ia berpindah tugas membantu perekonomian negara. Menurutnya, dengan kondisi ekonomi yang demikian, pembangunan menjadi sangat sulit dilakukan.

“Bapak (Jokowi) bangun apa-apa mati-matian pun enggak bisa karena mesin ekonomi kita pincang. Hanya pemerintah yang jalan, sedangkan yang tadi 90 persen berhenti atau diperlambat,” pungkasnya.