Pilih Emiten Kompas100 di Tengah Perubahan Pasar

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kinerja Saham Kompas100 dan Peluang di Sisa Tahun 2025

Indeks Kompas100 tercatat mengalami kinerja yang masih lesu sepanjang tahun ini. Namun, ada peluang yang menanti investor pada sisa tahun 2025. Sejak awal tahun hingga Jumat (12/9), indeks tersebut naik sebesar 4,13% secara year to date (YTD). Meskipun kenaikan ini jauh tertinggal dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 10,93% YTD, Kompas100 tetap lebih baik dibandingkan LQ45 yang turun 2,65% YTD.

Salah satu faktor penopang kinerja Kompas100 adalah kenaikan signifikan dari beberapa saham emiten besar. Salah satunya adalah PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) yang naik 176,62% YTD. Kenaikan ini didorong oleh masuknya DSSA ke dalam indeks global MSCI dan FTSE. Saat ini, harga saham DSSA berada di level Rp 102.350 per saham.

Di posisi kedua, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) mencatat kenaikan sebesar 165,22% YTD. Kemudian, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK) naik 148,98% YTD. Diikuti oleh PT Barito Pacfic Tbk (BRPT) yang naik 145,65% YTD dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dengan kenaikan 129,85% YTD.

Menurut Community Lead PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus, kinerja Kompas100 lebih baik karena adanya saham-saham unggulan seperti DSSA. Sementara itu, di LQ45 tidak ada saham-saham tersebut, sehingga sebagian besar saham dalam LQ45 tengah tertekan.

Penyebab Penurunan Kinerja Kompas100 dan LQ45

Penurunan kinerja Kompas100 dan LQ45 berasal dari tekanan yang sama, yaitu kinerja saham perbankan. Namun, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Fath Aliansyah menjelaskan bahwa bobot saham perbankan big caps dalam Kompas100 hanya sebesar 9% terhadap seluruh indeks. Sementara itu, bobot saham perbankan big caps dalam LQ45 mencapai kisaran 10-14%.

Beberapa bank besar seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mengalami penurunan masing-masing sebesar 18,09% dan 20,70% YTD. Namun, dua bank lainnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dan PT Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), berhasil naik masing-masing sebesar 3,91% dan 2,45% YTD.

Fath menyatakan bahwa ketika saham big caps turun, dampaknya lebih besar di LQ45 karena bobot saham perbankan yang lebih tinggi. Hal ini membuat Kompas100 terlihat lebih stabil dibandingkan LQ45.

Prospek dan Rekomendasi Saham untuk Investor

Meskipun kinerja saham perbankan sedang melemah, momentum ini bisa menjadi kesempatan bagi investor untuk kembali melirik sektor perbankan. Fath melihat potensi kenaikan dari saham perbankan big caps yang telah turun dalam beberapa bulan terakhir.

Angga Septianus juga melihat bahwa emiten perbankan buku empat konstituen Kompas100 masih memiliki potensi untuk menopang kinerja indeks hingga akhir tahun 2025. BBRI dan BMRI menjadi salah satu pilihan yang menarik.

Selain itu, dukungan likuiditas dari Kementerian Keuangan sebesar Rp 200 triliun yang disalurkan ke Himbara bisa menjadi sentimen positif bagi sektor perbankan. Selain itu, emiten telekomunikasi seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga berpotensi memengaruhi kinerja Kompas100 hingga Desember nanti.

Sentimen positif untuk TLKM berasal dari stabilitas pendapatan layanan serta agenda transformasi ke data center. TLKM juga sedang melakukan rencana pengurangan jumlah anak usaha dari 55 menjadi sekitar 22, keluar dari bisnis non-inti, serta mempercepat monetisasi aset infrastruktur dengan potensi nilai Rp 100-150 triliun.

Dividen dan stabilitas arus kas juga bisa menjadi katalis bagi kenaikan saham TLKM. Angga merekomendasikan beli untuk BBRI, BMRI, TLKM, dan ANTM dengan target harga masing-masing sebesar Rp 4.700 per saham, Rp 7.100 per saham, Rp 3.700 per saham, dan Rp 3.900 per saham.