
Koordinator Solo Is Solo Mengaku Bingung dengan Surat dari Wahana Musik Indonesia
Koordinator acara Solo Is Solo, Irul Hidayat mengungkapkan rasa bingungnya terkait surat pemberitahuan yang diterimanya dari Wahana Musik Indonesia (WAMI). Surat tersebut menunjukkan bahwa dalam acara Solo Bermusik yang diselenggarakan oleh pihaknya, terdapat karya musik yang diperdengarkan di bawah pengelolaan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurut Irul, dalam acara tersebut hanya tampil band indie lokal. Ia menduga bahwa maksud dari pernyataan tersebut adalah penampilan reguler yang sering kali memuat lagu cover. "Untuk acara reguler, belum pernah ada surat yang ditujukan ke acara tersebut. Mungkin saja mereka salah maksud," ujarnya saat dihubungi.
Surat pemberitahuan pertama diterima oleh Irul pada 19 Februari 2025. Setelah tidak merespon surat tersebut, WAMI mengirimkan surat peringatan pada 16 Mei 2025. Hal ini membuat pihak penyelenggara semakin kebingungan.
Peran Lembaga Manajemen Kolektif di Indonesia
Wahana Musik Indonesia (WAMI) merupakan salah satu Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia. LMK adalah organisasi resmi yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola royalti bagi pencipta, pemegang hak cipta, serta pemilik hak terkait dalam bidang musik.
Sementara itu, Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. LMKN bertugas sebagai wadah pusat yang mengoordinasikan kerja seluruh Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) di Indonesia.
Aturan terkait tarif royalti tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor: HKI.2.0T.03.01-02 Tahun 2016. Dalam pasal tersebut, tarif royalti untuk konser musik dengan penjualan tiket dihitung berdasarkan hasil kotor penjualan tiket dikali 2 persen, ditambah tiket gratis dikali 1 persen. Sementara untuk konser gratis, tarifnya dihitung berdasarkan biaya produksi musik dikali 2 persen.
Biaya Produksi dan Pemilihan Lagu
Dalam acara Solo Bermusik, pihak penyelenggara hanya mengeluarkan biaya sekitar Rp 500 ribu. Selain itu, tidak ada lagu label major yang ditampilkan. "Biaya produksi kami sendiri, hanya membayar soundman sebesar 200 ribu dan cetak MMT 300 ribu. Apa yang harus kami bayar lisensinya? Tidak ada lagu ciptaan orang lain yang kami tampilkan," jelas Irul.
Ia juga menjelaskan bahwa untuk band cover yang sering tampil dalam acara mingguan, beberapa lagu mungkin tercatat dalam LMKN. Namun, intensitasnya tidak terlalu sering karena tidak sesuai dengan visi acara. "Ketika ada band cover, MoU kita sudah ada kesepakatan wilayah hak cipta ke band mereka masing-masing. Tapi dalam undang-undang, tanggung jawab penyelenggara tetap ada."
Visi Acara Solo Is Solo
Visi awal dari Solo Is Solo adalah lebih fokus pada band yang menciptakan karya sendiri. Meski demikian, ia mengakui bahwa tuntutan publik sering kali menginginkan hiburan yang berupa lagu cover. "Kadang tuntutan publik menginginkan itu sebagai sebuah hiburan," tambahnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!