
Komitmen Pertamina dalam Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional
PT Pertamina (Persero) menunjukkan komitmennya untuk menjaga ketahanan energi nasional sekaligus memperhatikan aspek keberlanjutan dan mencapai target Net Zero Emission (NZE) yang ditetapkan pemerintah. Hal ini disampaikan oleh Wakil Direktur Utama Pertamina, Oki Muraza, saat menjadi pembicara dalam acara Katadata Sustainability Action for The Future Economy (SAFE) 2025 di Jakarta pada Rabu, 10 September 2025.
Konsep Dual Growth Strategy
Dalam kesempatan tersebut, Oki menjelaskan beberapa langkah strategis yang diambil oleh Pertamina untuk mewujudkan transisi energi berkelanjutan sambil memperkuat ketahanan energi nasional. Pertamina mengusung konsep Dual Growth Strategy yang terdiri dari dua fokus utama: memperkuat bisnis eksisting dan mengurangi impor energi demi memperkuat ketahanan nasional, serta mengembangkan bisnis energi rendah karbon.
“Di satu sisi, Pertamina ingin mengurangi impor energi agar ketahanan energi semakin kuat dengan memaksimalkan bisnis eksisting seperti produksi migas, produksi dan distribusi BBM, LPG, dan sebagainya. Di sisi lain, kami juga sedang mengembangkan bisnis rendah karbon untuk menjawab kebutuhan global dalam menekan emisi,” ujar Oki.
Untuk mewujudkan konsep ini, Pertamina telah menggulirkan 10 Sustainability Focus, mulai dari pengurangan emisi, perlindungan lingkungan, pengembangan teknologi hijau, hingga inovasi menuju ekonomi hijau. Hasilnya sangat positif, dan saat ini Pertamina dinobatkan sebagai salah satu perusahaan terintegrasi terbaik di dunia menurut lembaga pemeringkat ESG, Sustainalytics.
Pengembangan Bahan Bakar Ramah Lingkungan
Pertamina juga aktif dalam mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan. Salah satunya adalah Pertamax Green 95, bahan bakar dengan nilai oktan tinggi dan kandungan sulfur rendah yang dihasilkan melalui pencampuran bensin dengan bioetanol. Produk ini tersedia di 160 SPBU di Pulau Jawa.
Di sektor penerbangan, Pertamina tengah mengembangkan Sustainable Aviation Fuel (SAF) atau bahan bakar pesawat terbang berbahan nabati. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi Hub SAF di kawasan Asia. Pertamina juga menargetkan pembangunan kilang hijau yang dapat memproduksi SAF hingga 100 persen, sehingga menjadi pemasok utama bagi negara-negara lain.
Selain itu, Pertamina terus mengembangkan biodiesel B40 berbasis minyak sawit dan renewable diesel yang lebih stabil dan bebas sulfur. Teknologi ini tidak hanya ramah lingkungan tetapi juga membuka peluang ekonomi baru.
Pengembangan Listrik Hijau
Pertamina juga terus mengembangkan listrik hijau dari panas bumi (geothermal), Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), dan biogas. Saat ini, kapasitas terpasang panas bumi Pertamina mencapai 727 MW, dengan target double capacity pada 2030. Dengan potensi 24–26 GW, Indonesia berpeluang menjadi negara terbesar penghasil panas bumi di dunia.
Proyek Green Hydrogen
Selain itu, Pertamina tengah menyiapkan proyek green hydrogen berbasis energi panas bumi melalui elektrolisis air. Potensi klaster hidrogen sudah terpetakan di Sumatra, Sulawesi, dan Jawa. Pertamina juga mengembangkan teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) untuk menekan emisi dari operasi migas. Salah satu proyek potensial ada di Asri Basin, Laut Jawa, dengan kapasitas penyimpanan lebih dari 1 gigaton.
Oki menegaskan bahwa seluruh langkah ini bertujuan untuk mengurangi emisi global sekaligus memperkuat ketahanan energi nasional dengan mengurangi impor, membuka lapangan kerja, serta menciptakan ekosistem energi hijau di Indonesia.
Peran Masyarakat dalam Ekosistem Hidrogen Hijau
Selain itu, Pertamina juga menyadari pentingnya peran masyarakat dalam mendukung ekosistem energi hijau. Misalnya, masyarakat Ulubelu berperan dalam membangun ekosistem hidrogen hijau yang berkelanjutan. Dengan adanya partisipasi masyarakat, Pertamina berharap dapat mempercepat pengembangan energi alternatif dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!