
Kebijakan Cukai Hasil Tembakau yang Diusulkan Dalam Rangka Moratorium
Industri hasil tembakau (IHT) di Indonesia kembali menghadapi tekanan yang signifikan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak adalah usulan moratorium terhadap kebijakan cukai hasil tembakau (CHT), termasuk rokok, selama tiga tahun ke depan. Usulan ini muncul setelah adanya penurunan daya beli masyarakat serta meningkatnya peredaran rokok ilegal yang merugikan industri legal.
Ekonom Senior dan Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Wijayanto Samirin, menyampaikan bahwa kondisi IHT saat ini sangat tertekan akibat beberapa faktor. Antara lain, pelemahan daya beli masyarakat, maraknya rokok ilegal, dan kebijakan cukai yang dinilai terlalu ketat. Ia menilai, kebijakan CHT perlu dipertimbangkan ulang dalam hal timing-nya, mengingat situasi ekonomi yang sedang sulit dan fiskal yang tidak stabil.
“Pemerintah perlu memperhatikan aspek pemberantasan rokok ilegal sebagai prioritas utama,” ujarnya dalam pernyataan resmi. Menurutnya, moratorium CHT yang diajukan oleh kalangan buruh bisa menjadi langkah sementara untuk memberi ruang bagi industri yang sedang menghadapi tantangan berat.
Namun, ia juga menekankan bahwa moratorium hanyalah solusi jangka pendek. Untuk itu, diperlukan kebijakan jangka panjang yang lebih komprehensif. “Kebijakan tersebut harus didasarkan pada pendekatan teknokratis yang solid dan diterapkan secara bertahap. Semua kepentingan dan dampaknya harus diperhitungkan dengan matang,” tambahnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif pajak pada 2026. Fokus utamanya adalah pada peningkatan pengawasan dan kepatuhan terhadap regulasi. Hal ini diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sektor industri, terutama yang padat karya seperti hasil tembakau.
Pendekatan Pemerintah yang Lebih Fokus pada Kepatuhan
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menilai bahwa pendekatan pemerintah yang lebih fokus pada kepatuhan pajak dan optimalisasi pemungutan cukai adalah langkah yang tepat. Ia menyoroti pentingnya mengurangi beban di sektor padat karya, khususnya industri makanan, minuman, dan hasil tembakau yang saat ini menghadapi tantangan ganda.
Menurut Shinta, fokus pada peningkatan kepatuhan dan mekanisme pemungutan pajak yang lebih baik lebih efektif dibandingkan dengan menambah beban dunia usaha melalui kenaikan tarif atau pajak baru. Selain itu, Apindo mendukung upaya pemerintah dalam memperluas basis pajak melalui pemetaan shadow economy, perbaikan administrasi, dan layanan wajib pajak.
“Konsistensi kebijakan sangat penting agar sektor industri, terutama yang padat karya, tetap terjaga,” katanya. Ia menegaskan bahwa jika kebijakan cukai baru atau kenaikan tarif dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil industri, maka risiko pelemahan daya saing dan hilangnya kesempatan kerja akan semakin besar.
Perusahaan dan Efisiensi Produksi
Usulan moratorium cukai rokok ini muncul di tengah kabar PHK di PT Gudang Garam Tbk. Namun, manajemen perusahaan membantah informasi tersebut. Heru Budiman, Direktur & Corporate Secretary GGRM, menjelaskan bahwa kejadian tersebut bukanlah PHK, melainkan proses pensiun normal dan pensiun dini sukarela serta berakhirnya kontrak kerja sesuai batas waktu.
“Gudang Garam selalu memberikan hak karyawan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa kejadian ini tidak berdampak signifikan pada operasional perusahaan.
Di sisi lain, beberapa pabrik sigaret kretek mesin (SKM) juga mengalami penurunan permintaan yang memicu efisiensi produksi. Hal ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap industri hasil tembakau masih terus berlangsung.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!