
Praktik Politik Uang di Indonesia: Akar Masalah yang Mengancam Demokrasi
Profesor Ward Berenschot, seorang ahli antropologi politik dari University of Amsterdam, Belanda, menyatakan bahwa praktik politik uang menjadi akar masalah utama dalam sistem pemerintahan Indonesia. Menurutnya, hal ini tidak hanya berdampak pada korupsi, tetapi juga menciptakan tantangan serius bagi kehidupan demokrasi di negara tersebut.
Menurut Prof Berenschot, biaya politik di Indonesia terlalu tinggi, terutama dalam penyelenggaraan pemilu. Biaya kampanye yang mahal membuat hanya kalangan kaya yang mampu bersaing dalam pemilihan umum. "Ini menghasilkan dominasi oligarkis dan kerusakan lingkungan," ujarnya saat diwawancara di FISIP Universitas Diponegoro, Rabu (20/8/2025).
Prof Berenschot hadir di FISIP Undip untuk menghadiri pemutaran film dokumenter berjudul "Amplop Demokrasi". Film ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof Berenschot bersama 14 peneliti lainnya dari seluruh Indonesia, yang menggambarkan bagaimana praktik politik uang terjadi selama Pileg dan Pilkada 2024.
Dari hasil penelitiannya, Prof Berenschot menemukan bahwa biaya politik di Indonesia sangat tinggi. Hal ini membatasi partisipasi para calon yang berasal dari kalangan menengah dan bawah. "Tetapi dari biaya politik itu juga muncul tekanan untuk balik modal. Ini menjadi alasan untuk korupsi," katanya.
Menurutnya, praktik politik uang di Indonesia sudah sangat sistematis. Ia telah akrab dengan istilah-istilah seperti "serangan fajar", "bohir", dan sebagainya. "Setiap calon merasa harus membagi uang agar bisa menang," ucapnya.
Mengenai "serangan fajar", Prof Berenschot menilai bahwa praktik ini bisa bertahan bukan karena kurangnya edukasi atau kesadaran politik masyarakat. Justru masyarakat melihat bahwa kandidat yang menang, termasuk pengusaha pendukungnya, dapat meningkatkan kekayaannya. "Jika begitu, masyarakat berpikir 'Saya ingin mendapatkan sedikit manfaat juga', dan ini cukup logis," kata Prof Berenschot.
Ia menjelaskan bahwa hubungan antara para calon dengan bohir untuk mendapatkan dana kampanye, ekspektasi masyarakat untuk mendapatkan sesuatu sebelum hari pemilihan, serta tekanan balik modal, telah menciptakan semacam "lingkaran setan" dalam kehidupan politik Indonesia. "Ini seperti jebakan bagi demokrasi," ujarnya.
Wijayanto, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, Kerja Sama, dan Komunikasi Publik Undip, menyatakan bahwa universitas ini terus berupaya menjadi institusi kelas dunia. Salah satu caranya adalah dengan rutin mengundang para pakar dan ilmuwan dari berbagai belahan dunia untuk berbagi pengetahuan kepada civitas akademika Undip.
Menurut Wijayanto, Undip mengundang Prof Berenschot untuk membagikan hasil risetnya dalam bentuk film dokumenter "Amplop Demokrasi". Film ini tidak hanya ditonton oleh mahasiswa, tetapi juga oleh seluruh dosen FISIP Undip.
"Saya berharap mahasiswa semakin memahami isu-isu politik dan menjadi lebih peduli. Masa depan bangsa ini sangat bergantung pada kepedulian mereka. Ini juga bisa menjadi bahan studi bagi mereka," ujarnya ketika ditanya apa yang diharapkannya dari para mahasiswa setelah menonton film tersebut.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!