
Prospek Harga CPO Tahun 2025 Didukung Faktor Suplai dan Permintaan
Harga minyak kelapa sawit atau CPO pada tahun 2025 menunjukkan prospek yang positif, didukung oleh faktor-faktor fundamental seperti suplai dan permintaan. Hal ini memberikan dampak yang baik terhadap kinerja perusahaan-perusahaan yang terkait dengan sektor ini.
Harga CPO kontrak November 2025 di Bursa Malaysia mencapai level 4.445 ringgit per ton. Harga tersebut cenderung berada di level tinggi sepanjang tahun, dengan baseline sebesar 4.448 pada akhir Desember 2024. Pergerakan harga ini menunjukkan tren yang stabil dan kuat.
Choong Kam Loong, Direktur sekaligus Chief Financial Officer (CFO) PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT), menjelaskan bahwa harga CPO dipengaruhi oleh dua faktor utama, yaitu suplai dan permintaan. Dari sisi suplai, produksi CPO di Indonesia selama lima tahun terakhir cenderung stagnan, berkisar antara 47 juta hingga 50 juta ton per tahun.
Target pemerintah dalam meremajakan kebun rakyat pada periode 2018—2024 hanya mencapai 365.000 hektare (Ha), dari target 500.000 Ha. Selain itu, luas kebun yang belum menghasilkan sekitar 1,5 juta Ha (9%) dan luas kebun yang sudah menghasilkan sekitar 14 juta Ha (91%). Sekitar 50% dari luas kebun telah memasuki tahap penurunan karena usia yang tua.
Tren suplai yang terbatas juga terjadi di Malaysia. Indonesia dan Malaysia menguasai 84% pasokan CPO global sehingga membuat harga tetap stabil di tingkat yang tinggi.
Dari sisi permintaan, pasar CPO terus bertumbuh seiring dengan meningkatnya populasi dunia. Pada tahun 2024, jumlah konsumsi CPO mencapai 80 juta ton, melampaui produksi sebesar 79 juta ton. Pertumbuhan permintaan terutama berasal dari industri makanan dan energi terbarukan.
Mengambil momentum peningkatan harga CPO, emiten perkebunan Grup Rajawali PT Eagle High Plantations Tbk. (BWPT) berencana menambah 2 pabrik kelapa sawit (PKS) di Kalimantan Timur, dan 1 PKS di Papua, dengan total kapasitas mencapai 180.000 ton per tahun.
Saat ini, pusat kegiatan operasional BWPT berada di Sumatera, Kalimantan, dan Papua dengan total luas lahan perkebunan 87.000 Ha dan kapasitas PKS mencapai 2,2 juta ton per tahun.
Choong Kam Loong menyampaikan bahwa pihaknya optimistis dengan peningkatan harga CPO dan volume produksi, sehingga kinerja keuangan pada 2025 akan tumbuh dobel digit.
“Kami ingin memberikan imbal hasil ke pemegang saham dengan pertumbuhan laba yang berkelanjutan sehingga turut meningkatkan nilai perseroan,” imbuhnya.
Berdasarkan laporan keuangan BWPT, pendapatan usaha mencapai Rp2,77 triliun pada semester I/2025, naik 38,07% year on year (YoY). Laba bersih juga meningkat lebih tinggi, yakni 43,58% menjadi Rp171,88 miliar. Kenaikan ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dan konsisten dari perusahaan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!