Pemerintah Larang Impor Jagung dan Gula, Ini Alasannya

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Langkah Tegas Pemerintah dalam Mengatasi Masalah Petani

Pemerintah kini mengambil langkah-langkah tegas untuk menangani masalah yang dihadapi oleh para petani, khususnya terkait dengan impor jagung dan gula industri. Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyampaikan bahwa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan untuk menghentikan impor jagung dan gula industri. Hal ini dilakukan agar produksi dalam negeri dapat terserap secara optimal.

Menurut Sudaryono, saat ini produktivitas jagung domestik sudah sangat tinggi, sehingga tidak ada lagi kebutuhan untuk melakukan impor. Realisasi produksi jagung mencapai sekitar 70 persen. Keputusan tersebut diambil guna memastikan bahwa hasil panen petani bisa diserap dengan baik.

"Keputusannya adalah kita setop dulu supaya produksi dalam negeri bisa terserap dengan baik," ujarnya usai rapat terbatas membahas neraca komoditas gula dan jagung di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (12/9/2025).

Selain itu, pemerintah juga menyiapkan anggaran khusus untuk menyerap gula petani yang belum terjual. Langkah ini bertujuan untuk menjaga kesejahteraan para petani yang terkena dampak dari masalah serapan hasil panen serta praktik persaingan harga yang tidak sehat akibat peredaran gula rafinasi di pasar tradisional.

Saat ini, Indonesia menghadapi kondisi surplus gula sekitar 1 juta ton. Meskipun opsi ekspor terbuka, pemerintah tetap menegaskan bahwa kebutuhan dalam negeri menjadi prioritas utama. "Kalau bisa terserap dalam negeri, tentu itu prioritas. Untuk jagung pakan misalnya, serapannya harus sepenuhnya dari petani kita. Begitu juga gula, harus dioptimalkan penyerapan dari produksi dalam negeri," jelas Sudaryono.

Ia menambahkan bahwa kebutuhan jagung untuk pakan ternak dan industri sebenarnya masih bisa dipenuhi oleh produksi petani, asalkan ada proses hilirisasi yang baik. “Sekitar 600 ribu ton kebutuhan jagung industri itu sebenarnya bisa kita substitusi dari panen petani kita. Tentu saja harus ada industri intermediate yang mengolah hasil panen itu agar sesuai dengan requirement industri,” tutur Sudaryono.

Di balik surplus tersebut, Wamentan menyoroti masalah serius di lapangan, yakni kebocoran gula rafinasi ke pasar tradisional. Padahal, gula rafinasi sejatinya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman. “Kalau gula rafinasi bocor ke pasar, harganya jauh lebih murah daripada gula konsumsi dari tebu petani. Dampaknya, serapan gula petani macet hingga seratus ribu ton. Ini jelas merugikan petani dan merupakan bentuk kejahatan yang harus ditindak tegas, baik pedagang maupun perusahaan yang terlibat,” tegasnya.

Praktik curang ini membuat harga gula petani jatuh di bawah Harga Acuan Penjualan (HAP) Rp 14.500 per kilogram. Kondisi ini terlihat di sejumlah daerah, seperti di Pabrik Gula Assembagoes, Situbondo, Jawa Timur, di mana ribuan ton gula petani menumpuk di gudang karena tidak terserap pasar.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengalokasikan Rp 1,5 triliun melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) guna menyerap gula petani yang tidak laku terjual. Skema ini mirip intervensi harga gabah yang dilakukan Bulog. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat memberikan solusi nyata bagi para petani yang sedang menghadapi tantangan di tengah situasi surplus yang terjadi.