
Penyelidikan KPK Terhadap Kasus Korupsi Kuota Haji
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memanggil staf Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Syaiful Bahri, dalam penyelidikan terkait dugaan korupsi kuota haji. Penyelidikan ini dilakukan karena adanya indikasi keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam pengaturan kuota haji yang berpotensi merugikan negara.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus kuota haji menyangkut proses penyelenggaraan ibadah agama. Ia menegaskan bahwa hal ini tidak hanya berkaitan dengan aspek administratif, tetapi juga mengenai kepentingan umat beragama.
"Kita sedang melakukan follow the money, yaitu menelusuri aliran dana yang diduga terkait dengan kasus ini," ujar Asep. Menurutnya, KPK tidak bermaksud mendiskreditkan organisasi keagamaan tertentu, tetapi selalu melakukan penelitian menyeluruh terhadap setiap perkara korupsi.
Meski demikian, Asep belum memberikan informasi lebih lanjut tentang kehadiran Syaiful Bahri dalam pemanggilan tersebut.
Perkembangan Kasus Korupsi Kuota Haji 2024
Penyidikan terhadap kasus kuota haji 2024 dimulai dari pertemuan Presiden Jokowi dengan Pemerintah Arab Saudi pada 2023 lalu. Dalam pertemuan tersebut, pihak Arab Saudi menawarkan tambahan kuota haji sebanyak 20 ribu orang.
Asosiasi travel haji yang mendengar informasi tersebut kemudian menghubungi Kementerian Agama (Kemenag) untuk membahas pembagian kuota haji. Mereka diduga berupaya agar kuota haji khusus ditetapkan lebih besar dari ketentuan yang berlaku. Seharusnya, kuota haji khusus hanya boleh mencapai maksimal 8 persen dari total kuota haji Indonesia.
Dugaan adanya rapat antara pihak-pihak terkait menyebabkan kesepakatan untuk membagi kuota tambahan secara merata antara haji khusus dan reguler dengan perbandingan 50%-50%. Keputusan ini diwujudkan dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Yaqut Cholil Qoumas, mantan Menteri Agama.
KPK masih menyelidiki hubungan antara SK tersebut dengan rapat sebelumnya. Selain itu, ada dugaan setoran yang diberikan oleh para travel haji kepada oknum di Kemenag. Besaran setoran berkisar antara USD 2.600 hingga 7.000 per kuota, tergantung pada ukuran travel.
Uang tersebut diduga disetorkan melalui asosiasi haji, yang kemudian menyalurkan ke oknum di Kemenag. KPK masih mencari identitas oknum tersebut.
Kerugian Negara dan Tindakan KPK
Berdasarkan hasil penghitungan sementara, kerugian negara akibat kasus ini mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Kerugian tersebut muncul karena perubahan kuota haji reguler menjadi khusus, sehingga dana haji yang seharusnya diterima negara dialihkan ke travel swasta.
Dalam penyidikan ini, KPK telah mencegah tiga orang dari bepergian ke luar negeri. Mereka adalah mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas; mantan stafsus Menag, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex; dan bos travel Maktour, Fuad Hasan Masyhur.
Selain itu, KPK juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi, seperti rumah Gus Yaqut, Kantor Kemenag, tiga kantor asosiasi travel haji, kantor travel Maktour, rumah ASN Kemenag, serta rumah di Depok yang diduga merupakan kediaman Gus Alex.
Terbaru, KPK menyita dua unit rumah di Jakarta Selatan senilai Rp 6,5 miliar dari seorang ASN Ditjen PHU Kemenag. Rumah tersebut diduga dibeli menggunakan uang hasil korupsi kuota haji.
Gus Yaqut melalui pengacaranya, Mellisa Anggraini, menyatakan menghormati langkah KPK dalam penggeledahan dan penyitaan guna mengungkap kasus ini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!