
Dampak Impor Baja Konstruksi terhadap Industri Lokal
Industri baja konstruksi di Indonesia menghadapi tantangan berat akibat meningkatnya impor baja. Asosiasi Industri Baja Konstruksi atau Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) menyatakan bahwa peningkatan impor ini telah menyebabkan penutupan pabrik lokal, termasuk PT Ispat Indo di Surabaya, Jawa Timur, yang ditutup pada 25 Agustus 2025. Selain itu, beberapa pabrik lain seperti yang berada di Bekasi juga disebut-sebut akan segera ditutup.
Ketua Umum ISSC, Budi Harta Winata, menjelaskan bahwa dampak dari penutupan pabrik ini sangat besar. "Sudah ada satu pabrikan besar itu, dia tutup. Ispat Indo, di Surabaya. Yang di Bekasi juga sudah mau tutup katanya tuh," ujarnya.
Ribuan Karyawan Kehilangan Pekerjaan
Salah satu konsekuensi utama dari penutupan pabrik adalah hilangnya ribuan pekerjaan. Budi menekankan bahwa sebagian besar karyawan di industri ini dididik dari nol, sehingga kehilangan pekerjaan berarti kehilangan peluang untuk berkembang. "Karena di kami, 98 persen karyawan itu kami didik dari nol. Jadi kami ini seperti BLK (balai latihan kerja). Artinya, dengan maraknya konstruksi baja masuk dari luar ini, mereka tidak ada kerjaannya lagi sekarang," kata Budi.
Efek Domino pada Pelaku Usaha Sekitar
Penutupan pabrik tidak hanya berdampak pada karyawan, tetapi juga pada pengusaha kecil di sekitar pabrik. Pengusaha las (welder) yang biasanya menerima pesanan dari pabrik kini kehilangan pekerjaan dan harus gulung tikar. Begitu juga dengan warung-warung dan kontrakan yang semula ramai dikunjungi para pekerja pabrik.
"Di salah satu pabrik itu bisa 500-1.000 tenaga kerjanya. Artinya, di situ membutuhkan 500 kontrakan, membutuhkan warung-warung untuk mereka makan siang," jelas Budi.
Desakan kepada Pemerintah
Melalui pertemuan terakhir ISSC, para pengusaha lokal kembali menyerukan agar pemerintah menghentikan impor baja konstruksi. Mereka juga meminta Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mewajibkan investor asing yang membangun pabrik di Indonesia menggunakan baja konstruksi dalam negeri.
Budi menegaskan bahwa hal ini penting dilakukan karena banyak investasi asing yang menggunakan baja impor. "Contohlah, sekarang ada investasi BYD dan pabrik-pabrik, itu semua kan konstruksi bajanya dari luar sana," ujar Budi.
Ia juga menyampaikan bahwa aspirasi dari ISSC telah disampaikan kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan. Namun, menurut Budi, aspirasi tersebut belum mendapatkan perhatian yang cukup. Oleh karena itu, ISSC akan meminta audiensi dengan DPR RI untuk menyampaikan keluhan pelaku industri.
Isu Tarif Impor Baja di Dunia
Permasalahan impor baja bukan hanya menjadi isu nasional, tetapi juga global. Beberapa negara telah melontarkan protes terkait tarif impor baja. Misalnya, China mengkritik keras tarif impor baja Kanada, menudingnya melanggar aturan WTO. Sementara itu, Uni Eropa juga mengecam tindakan AS yang menaikkan tarif impor baja hingga 50 persen. Kanada pun memperketat aturan impor baja sebagai respons terhadap tarif AS.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!