
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya terhadap Dunia Usaha
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa langkah pemerintah dalam menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di bank himpunan milik negara (himbara) dapat membantu melonggarkan likuiditas, sehingga akses pembiayaan bagi dunia usaha akan semakin terbuka. Namun, Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan bahwa penambahan likuiditas saja tidak akan secara otomatis mendorong ekspansi bisnis.
“Respons pengusaha sangat bergantung pada kondisi permintaan di pasar, kepastian kebijakan, dan biaya operasional secara keseluruhan,” ujar Shinta. Menurutnya, saat ini banyak perusahaan lebih memilih untuk mengoptimalkan belanja modal daripada melakukan ekspansi besar-besaran. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian global dan fluktuasi permintaan domestik.
Kondisi tersebut membuat perusahaan lebih memilih pertumbuhan selektif dengan menjalankan proyek yang memiliki kepastian imbal hasil tinggi. Shinta juga menyebutkan bahwa hal ini menjadi salah satu penyebab turunnya kebutuhan kredit modal kerja. Pada Juli 2025, pertumbuhan kredit modal kerja mencatatkan angka sebesar 3,08 persen year on year, yang jauh lebih rendah dibandingkan pada Februari 2025 yang mencapai 7,66 persen.
Shinta berpendapat bahwa dunia usaha akan lebih siap memanfaatkan kredit tambahan jika pemerintah konsisten menjaga iklim usaha, menurunkan biaya struktural, serta memperkuat konsumsi. Oleh karena itu, selain memperbesar likuiditas, Apindo juga menilai penting adanya kebijakan sektoral yang dapat memperkuat permintaan dan daya beli masyarakat. “Belanja pemerintah yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap konsumsi dan penciptaan lapangan kerja perlu dipercepat,” katanya.
Penempatan Dana di Bank Himbara
Penempatan dana pemerintah sebesar Rp 200 triliun di himbara tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 tahun 2025. Dana ini mulai disalurkan ke lima bank sejak Jumat, 12 September 2025. Kelima bank tersebut adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Syariah Indonesia (BSI).
Rencana penempatan dana ini diungkapkan oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam rapat dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 10 September 2025. Purbaya menyatakan bahwa sistem finansial Indonesia agak kering, sehingga pertumbuhan ekonomi cenderung melambat. Kondisi ini, menurutnya, menyebabkan kesulitan dalam mencari pekerjaan selama dua tahun terakhir.
Purbaya juga mengungkapkan bahwa selama ini ada kesalahan kebijakan moneter dan fiskal. Ia menilai bahwa Kementerian Keuangan bisa berperan dengan memindahkan sebagian uang yang selama ini ada di bank sentral, yaitu sekitar Rp 430 triliun, ke sistem perbankan. Uang tersebut akan tersimpan dalam bentuk rekening pemerintah di bank. Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah hanya menyimpan uang tersebut, namun bank tidak akan mendiamkannya karena ada biaya yang harus dikeluarkan.
“Bank akan terpaksa mencari return yang lebih tinggi dari biaya tersebut. Di situ lah mulai ada pertumbuhan, kredit tumbuh,” ujarnya. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!