
Kasus Pemerasan Sertifikat K3: Wamenaker Noel Minta Amnesti dari Presiden
Noel, yang juga dikenal sebagai Immanuel Ebenezer Gerungan, meminta amnesti dari Presiden Prabowo Subianto setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Amnesti merupakan pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada individu atau kelompok yang melakukan tindak pidana. Tujuan dari amnesti adalah untuk menghapus seluruh akibat hukum pidana terhadap mereka, meskipun proses hukum yang telah berjalan sebelumnya tetap berlangsung.
Noel diduga terlibat dalam kasus pemerasan terkait pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Ia menyampaikan permintaan amnesti saat masuk ke mobil tahanan KPK di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (22/8/2025). “Semoga saya mendapat amnesti Presiden Prabowo,” ujar Noel. Ia juga meminta maaf kepada Presiden Prabowo, istri, anak, serta seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan 11 orang sebagai tersangka, termasuk Noel. Dari jumlah tersebut, ada 10 tersangka lain yang terlibat dalam kasus pemerasan. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebutkan nama-nama tersangka, seperti Irvian Bobby Mahendro, Gerry Adita Herwanto Putra, Subhan, Anitasari Kusumawati, Fahrurozi, Hery Sutanto, Sekarsari Kartika Putri, Supriadi, Temurila, dan Miki Mahfud.
Noel diduga menerima aliran dana sebesar Rp3 miliar dari praktik pemerasan terkait pengurusan sertifikat K3. Akibat perbuatannya, ia dan 10 tersangka lainnya dipersangkakan dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penahanan dan Penggeledahan
KPK kemudian melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari pertama di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih Jakarta. Penahanan dimulai tanggal 22 Agustus sampai dengan 10 September 2025.
Tidak hanya itu, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Noel, tim penyidik KPK menyita sejumlah aset bernilai tinggi. Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menyebut bahwa barang bukti yang diamankan meliputi uang tunai, puluhan mobil, serta sebuah sepeda motor mewah merek Ducati. Aset-aset tersebut diamankan sebagai barang bukti dalam dugaan kasus pemerasan terkait pengurusan sertifikasi K3.
Noel kena OTT KPK pada Rabu (20/8/2025) malam bersama belasan orang lainnya. Saat dimunculkan ke hadapan publik, Noel nampak mengenakan rompi oranye dengan tangan diborgol. Ia terlihat menangis sambil memberikan gaya tangan minta maaf ke arah awak media yang menunggu.
Kronologi Perkara
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang diterima oleh KPK. Berdasarkan informasi tersebut, tim KPK bergerak di beberapa lokasi di Jakarta pada Rabu dan Kamis (20–21 Agustus 2025) dan mengamankan total 14 orang. Dari jumlah tersebut, 11 orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka setelah pemeriksaan intensif.
Dalam operasi tersebut, KPK turut mengamankan sejumlah barang bukti, antara lain: * 15 unit mobil dari berbagai pihak. * 7 unit motor, termasuk 1 unit dari Wamenaker Noel. * Uang tunai sekitar Rp170 juta dan 2.201 dolar AS.
KPK menduga telah terjadi tindak pidana korupsi yang dilakukan secara sistematis sejak tahun 2019. Modusnya adalah dengan mengambil keuntungan dari selisih antara biaya yang dibayarkan oleh perusahaan jasa K3 (PJK3) untuk pengurusan sertifikat dengan tarif resmi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dari praktik tersebut, terkumpul uang sejumlah Rp81 miliar yang kemudian diduga mengalir ke berbagai pihak, termasuk para tersangka. Berikut rincian aliran dana menurut KPK: * IBM diduga menerima Rp69 miliar (2019–2024) yang digunakan untuk berbagai keperluan pribadi, pembelian aset, hingga setoran ke pihak lain. * GAH diduga menerima Rp3 miliar (2020–2025). * SB diduga menerima Rp3,5 miliar (2020–2025) dari sekitar 80 PJK3. * AK diduga menerima Rp5,5 miliar (2021–2024).
Adapun aliran dana yang diduga diterima oleh para penyelenggara negara adalah: * IEG (Wamenaker Noel) diduga menerima Rp3 miliar pada Desember 2024 dan 1 motor. * FRZ (Dirjen) dan HR diduga menerima Rp50 juta per minggu. * HS (Direktur) diduga menerima lebih dari Rp1,5 miliar (2021–2024). * CFH (Sesditjen) diduga menerima 1 unit mobil.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!