
Tantangan Pemerintah dalam Mengendalikan Yield SBN
Pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menekan tingkat imbal hasil (yield) dari Surat Berharga Negara (SBN). Tujuannya adalah agar pemerintah dapat mengambil utang dengan biaya yang lebih rendah, sehingga tidak memberatkan APBN. Dalam RAPBN Tahun Anggaran 2026, target pembiayaan utang mencapai Rp781,9 triliun, terdiri dari SBN senilai Rp749,2 triliun dan pinjaman sebesar Rp32,7 triliun.
Pembiayaan utang pada tahun depan lebih besar dibandingkan tahun ini. Dalam APBN 2025, penarikan utang melalui SBN ditetapkan sebesar Rp585,1 triliun sedangkan pinjaman mencapai Rp130,4 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa beban utang akan semakin berat di masa mendatang.
Head of Fixed Income Research PT Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, menyatakan bahwa kenaikan penarikan utang menjadi tantangan baru dalam lima tahun terakhir. Sejak Desember 2017, rating Indonesia stagnan di BBB, dan yield SBN tenor 10 tahun tetap berada di kisaran 6–7%. Ia menilai ada tiga kunci utama untuk menurunkan yield SBN.
Tiga Strategi Utama untuk Menurunkan Yield SBN
Pertama, dengan menekan faktor risiko eksternal. Ini bisa dilakukan dengan memperbaiki neraca transaksi berjalan. Langkah-langkah seperti diversifikasi ekspor bernilai tambah, memperluas pasar non-tradisional, memperkuat rantai pasok global, serta mengurangi ketergantungan impor melalui substitusi dan konektivitas industri.
Kedua, menjaga dan meningkatkan sovereign rating. Ini memerlukan disiplin fiskal, stabilitas makro, dan pertumbuhan berkelanjutan. Salah satu pekerjaan rumah terbesar menurut Handy adalah meningkatkan penerimaan negara agar ketergantungan pada utang berkurang.
Ketiga, memperdalam pasar keuangan domestik. Ini bisa dilakukan dengan memperluas basis investor dan memberi insentif fiskal, misalnya melalui penurunan pajak atas investasi di SBN.
Menurut Handy, beberapa resep kebijakan tersebut sudah dijalankan. Hilirisasi industri membantu surplus perdagangan, sementara basis investor domestik semakin luas, mulai dari institusi non-bank hingga gelombang baru investor ritel.
Kondisi Saat Ini yang Membaik
Meskipun ada tantangan baru karena peningkatan target penarikan utang melalui SBN, kondisi saat ini menunjukkan perbaikan. Indikatornya adalah selisih imbal hasil atau yield spread obligasi Indonesia terhadap US Treasury kini berada di titik terendah sepanjang sejarah. Kondisi ini mencerminkan persepsi risiko Indonesia yang terus membaik.
Indikasi serupa juga terlihat dari Credit Default Swap (CDS) lima tahun Indonesia yang semakin menurun, mendekati rekor terendah di level 60. Namun, Handy menegaskan bahwa dibandingkan dengan negara tetangga, jaraknya masih lebar.
Perbandingan dengan Negara Tetangga
Yield obligasi 10 tahun Thailand hanya 1,3%, sedangkan Malaysia 3,4%. Keduanya bahkan lebih rendah dari US Treasury di 4,2. Sementara Indonesia masih tertahan di kisaran 6,4%. Pertanyaan muncul, mengapa kesenjangan ini belum juga menyempit?
Handy menilai bahwa meski ada kemajuan, masih banyak hal yang perlu diperbaiki. Dengan langkah-langkah strategis dan kebijakan yang tepat, diharapkan Indonesia dapat menurunkan yield SBN secara signifikan dan mengurangi tekanan pada APBN.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!