
Perkiraan Volume Sampah Pasca Banjir Bali Mencapai Ratusan Ton
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, memperkirakan bahwa volume sampah yang dihasilkan pasca banjir Bali akan mencapai ratusan ton. Seluruh sampah tersebut direncanakan akan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Suwung, Denpasar, Bali.
“Selama paling lama satu bulan, seluruh sampah akibat bencana ini akan diangkut ke TPA Suwung untuk ditangani secara darurat,” ujar Hanif saat berkunjung ke lokasi banjir di Bali, Sabtu (13/9).
Sejak banjir mulai melanda pada Rabu (10/9) hingga Minggu (14/9), timbulan sampah yang telah terkumpul mencapai 84 ton. Kira-kira masih ada 210 ton sampah yang akan terkumpul hingga beberapa hari ke depan.
Banjir Didorong oleh Masalah Sampah
Selain tingginya curah hujan dan persoalan sistem drainase, Hanif menyebut masalah sampah menjadi salah satu pendorong banjir besar ini. Tumpukan sampah menutup aliran sungai, sehingga debit air dalam jumlah besar gagal terserap.
Infrastruktur pengolahan sampah Bali belum mampu menampung timbulan sampah yang terus meningkat setiap hari. Kurangnya pengawasan di daerah aliran sungai (DAS) dan pembinaan mengolah sampah dari rumah juga disebut sebagai faktor penyebabnya.
“Persoalan sampah harus ditangani di sumbernya. Tidak boleh lagi hanya dipindah, karena sudah memperparah bencana dengan korban jiwa,” tambah Hanif.
Tata Kelola Lingkungan Juga Jadi Persoalan
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menilai bahwa banjir besar yang melanda Bali merupakan bukti lemahnya daya dukung lingkungan di wilayah ini. Curah hujan ekstrem pada Selasa (9/9), mencapai 245,75 milimeter dalam sehari atau setara dengan 121 juta meter kubik air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung. Akan tetapi, curah hujan tinggi dalam sehari ini tidak dapat ditampung oleh lingkungan.
“Dari 49.500 hektare DAS Ayung, hanya 1.500 hektare atau 3% yang masih memiliki tutupan pohon. Padahal secara ekologis dibutuhkan minimal 30%,” kata Hanif.
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Bali Wayan Koster menyebut akan melakukan investigasi dari hulu sampai hilir. “Apakah terjadi penggundulan hutan kemudian mengurangi serapan air, sehingga saat hujan lebat potensi banjirnya sangat besar,” katanya.
Hanif menambahkan, harapannya tidak ada lagi konversi-konversi lahan untuk pembangunan villa, cottage, dan lain sebagainya yang mengganggu serapan air.
Penyebab Utama Banjir dan Langkah Penanganan
Banjir yang terjadi di Bali tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi, tetapi juga oleh masalah pengelolaan sampah serta kerusakan lingkungan. Sampah yang menumpuk di saluran air menghambat aliran air, sehingga memicu banjir. Di sisi lain, penggundulan hutan dan perubahan penggunaan lahan juga berkontribusi pada peningkatan risiko banjir.
Tindakan darurat sedang dilakukan untuk mengangkut sampah ke TPA Suwung. Namun, langkah jangka panjang diperlukan untuk mengatasi masalah lingkungan yang lebih dalam. Pemerintah bersama masyarakat diminta untuk bekerja sama dalam menjaga kebersihan lingkungan dan menghindari tindakan yang merusak ekosistem.
Kesimpulan
Bali menghadapi tantangan besar dalam menghadapi banjir yang disebabkan oleh kombinasi faktor alam dan manusia. Untuk mencegah terulangnya bencana serupa, penting bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menjaga lingkungan, mengelola sampah dengan baik, dan menghindari konversi lahan yang merusak ekosistem. Dengan pendekatan holistik, diharapkan Bali dapat bangkit dan siap menghadapi ancaman bencana di masa depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!