
Kafe Tetap Wajib Bayar Royalti atas Musik yang Diputar
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa kafe tetap wajib membayar royalti atas musik yang diputar di tempat usaha mereka. Hal ini dilakukan karena kafe memperoleh keuntungan dari pemutaran musik tersebut. Menurutnya, royalti diperlukan sebagai bentuk penghargaan terhadap karya cipta yang digunakan dalam lingkungan komersial.
Supratman menyampaikan pernyataannya setelah menghadiri acara Hari Konstitusi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat. Ia menjelaskan bahwa aturan ini tidak dimaksudkan untuk memberatkan pelaku usaha, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemerintah tetap berkomitmen untuk mendengarkan masukan dari berbagai pihak agar aturan ini bisa diterapkan secara adil dan proporsional.
“Kita tidak buta dalam menerapkan aturan ini. Yang penting adalah mendengar semua pihak dan tidak membebani UMKM kita,” ujar Supratman.
Aturan Royalti Berdasarkan Hukum Internasional
Selain Undang-Undang Hak Cipta, penerapan royalti juga didasarkan pada hukum internasional seperti Konvensi Bern. Aturan ini telah berlaku sejak lama dan menjadi bagian dari sistem perlindungan hak cipta global. Supratman menekankan bahwa Indonesia harus mematuhi konvensi tersebut sebagai negara yang terlibat dalam kerja sama internasional.
“Royalti bukan hanya berdasarkan undang-undang dalam negeri, tapi juga berdasarkan Konvensi Bern yang bersifat internasional,” jelasnya.
Pelaku Usaha Harus Bayar Royalti Meski Sudah Langganan Layanan Streaming
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa aturan pembayaran royalti berlaku bagi semua pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik. Hal ini mencakup restoran, kafe, toko, pusat kebugaran, dan hotel.
Meskipun beberapa pelaku usaha sudah berlangganan layanan seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music, hal ini tidak cukup untuk memenuhi kewajiban royalti. Menurut Agung, layanan streaming bersifat personal dan tidak mencakup penggunaan musik untuk tujuan komersial di ruang publik.
“Pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang usaha memerlukan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” ujarnya.
Mekanisme Pembayaran Royalti Melalui LMKN
Pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.
Supratman meminta agar LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) diaudit guna memastikan transparansi dalam pembayaran royalti. Ia menilai bahwa isu-isu yang muncul belakangan ini perlu ditangani dengan baik agar kepercayaan publik dapat dipertahankan.
“Kita akan minta supaya ada audit baik LMK maupun LMKN, agar pembayaran royalti bisa lebih transparan dan adil,” tegasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!