
Peran Penting AM. Hanafi dan Asmara Hadi dalam Sejarah Indonesia
AM. Hanafi dan Asmara Hadi adalah dua tokoh nasional yang berasal dari Desa Lubuk Ngantungan, Kecamatan Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Kedua saudara ini memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam perjuangan melawan penjajahan dan pembentukan negara. Mereka juga memiliki hubungan dekat dengan Bung Karno, tokoh proklamator Indonesia.
Kedua pemuda ini lahir dari pasangan Khamaria sebagai ibu dan Kabri Husein sebagai ayah. Mereka merupakan cucu dari Merah Hussein atau dikenal sebagai Puyang Rajo Api, seorang tokoh terkemuka di daerah tersebut. Dalam masa lalu, Puyang Rajo Api pernah diangkat sebagai demang, sehingga anak dan cucunya beruntung dapat mengenyam pendidikan Belanda.
Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Rakyat (SR), AM. Hanafi dan Asmara Hadi merantau ke Kota Bengkulu dan tinggal di rumah saudaranya. Rumah saudara mereka berdekatan dengan rumah pengasingan Bung Karno. Dari sanalah Bung Karno sering bertemu dengan AM. Hanafi. Bahkan, beberapa catatan menyebutkan bahwa di mana pun Bung Karno berada, AM. Hanafi selalu ada di sampingnya.
Bung Karno pernah meminta AM. Hanafi membersihkan rumah pengasingan serta menanam pohon. Hubungan antara Bung Karno dan AM. Hanafi semakin akrab hingga proklamator itu membawa Hanafi muda ke Jakarta. Dari situlah karier AM. Hanafi mulai berkembang menjadi Menteri Pengerahan Tenaga Rakyat, anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA), anggota MPRS, Komite Pembebasan Irian Barat, dan pendiri Badan Musyawarah Besar Angkatan 45, hingga menjadi Duta Besar untuk Kuba.
Ia bahkan pernah menjaminkan dirinya akan melindungi Bung Karno hidup dan mati apabila Bung Karno membacakan Proklamasi 17 Agustus 1945. Hal ini menunjukkan kedekatan yang sangat kuat antara AM. Hanafi dan Bung Karno.
Sementara itu, Asmara Hadi aktif dalam bidang politik, terutama di Partindo dan menjadi anggota MPRS hingga tahun 1966. Ketika konstituante pertama dibentuk, ia menjabat sebagai menteri negara dan Wakil Ketua DPRGR. Di bidang sastra, Asmara Hadi juga aktif sebagai sastrawan dan pernah menjadi Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat periode 1938 hingga 1940. Karyanya yang tajam mengkritik Belanda membuatnya sempat diasingkan ke Ende bersama Bung Karno.
Asmara Hadi menikah pada tahun 1935 dengan Ratna Juami Ningsih, anak angkat Ibu Inggit Ganarsih dan Bung Karno. Kehidupannya tidak hanya berdampak di bidang politik, tetapi juga dalam dunia sastra.
Warisan dan Usulan Penghargaan
Rumah tempat AM. Hanafi dan Asmara Hadi ketika kecil kini hanya menyisakan tiang dan tangga. Rumah tersebut telah dibongkar karena rusak dan khawatir materialnya melayang ditiup angin, membahayakan warga sekitar. Warga setempat, seperti Napsen Effendi, mengisahkan bahwa kedua tokoh ini pernah mandi di Sungai Talo saat kecil.
Pada masa Presiden Megawati, AM. Hanafi sempat pulang kampung dan menggelar sedekah kecil. Orangnya tinggi, gagah, dan berwibawa, meski lama di luar negeri, logatnya masih kental logat Talo. Saat itu, ia berpesan agar warga kompak, menjaga adat, dan saling membantu.
Pihak keluarga juga mengajak para pengunjung mengunjungi makam leluhur AM. Hanafi dan Asmara Hadi di pemakaman milik desa. Bambang Paderi, Kepala Desa Lubuk Ngantungan, menyatakan bahwa kedua tokoh ini layak dijadikan pahlawan nasional. Usulan AM. Hanafi menjadi pahlawan nasional sempat didorong oleh Pemprov Bengkulu, namun hingga kini belum terwujud.
Peran AM. Hanafi dan Asmara Hadi dalam sejarah Indonesia patut diapresiasi. Mereka bukan hanya tokoh nasional, tetapi juga representasi dari semangat perjuangan dan dedikasi yang tinggi bagi bangsa.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!