
Sidang Lanjutan Kasus Suap Vonis Lepas CPO
Dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap vonis lepas perkara CPO di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Marcella Santoso, seorang advokat yang juga terdakwa korporasi CPO, sebagai saksi. Marcella memberikan kesaksian untuk lima orang terdakwa, termasuk eks Wakil Ketua PN Jakpus Muhammad Arif Nuryanta, mantan Panitera Muda PN Jakpus Wahyu Gunawan, serta tiga hakim yang memvonis lepas terdakwa korporasi CPO, yaitu Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom.
Marcella, yang saat ini masih dalam proses penyidikan dan belum ada pelimpahan berkas ke pengadilan, menyampaikan informasi terkait uang yang disimpan dalam brankasnya. Menurutnya, uang tersebut berupa pecahan USD dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. Ia menjelaskan bahwa salah satu sumber utama perolehan uang tersebut adalah success fee dari klien-klien yang pernah ia bantu.
Uang dalam Brankas: Sumber dan Tujuan
Dalam persidangan, jaksa menanyakan asal usul uang tersebut. Marcella menjawab bahwa uang itu adalah milik pribadinya dan tidak ada kaitannya dengan perkara CPO. Ia menyatakan bahwa success fee yang ia terima berasal dari klien-klien lain, bukan dari terdakwa korporasi CPO.
“Saya akan tunjukkan gambar-gambar terkait uang-uang yang disimpan dalam bentuk USD dalam brankas yang nilainya bisa puluhan miliar. Pertanyaannya, uang apa ini? Dan dari mana asal uang ini, dan untuk kebutuhan apa?” tanya jaksa.
Marcella menjawab bahwa uang tersebut adalah hasil dari success fee yang ia terima dari klien-klien sebelumnya. Ia juga menyebut bahwa sebagian besar uang tersebut telah ditarik oleh Ariyanto Bakri, pengacara terdakwa lainnya, dan kemudian ditransfer ke bank.
Penyimpanan Uang dalam Jumlah Besar
Jaksa juga bertanya apakah Marcella terbiasa menyimpan dolar dalam jumlah besar. Ia menjelaskan bahwa hal tersebut dilakukan karena Ariyanto, yang sering menarik uang dari bank, membeli dolar karena dinilai lebih stabil. Marcella mengungkapkan bahwa uang dolar tersebut biasanya disimpan dalam jangka waktu lama untuk operasional.
“Kadang uang dolar ini disimpan di rumah Pak Ari, kadang saya cairkan jika butuh top up. Jika kantor sedang defisit, saya cairkan dolarnya, lalu sisanya dikembalikan,” kata Marcella.
Ia juga menjelaskan bahwa pengambilan dolar dilakukan secara bertahap sesuai kebutuhan. “Jadi diambil sedikit-sedikit,” tambahnya.
Dakwaan Terkait Suap Vonis Lepas CPO
Dalam kasus ini, tiga hakim yang menjatuhkan vonis lepas dalam perkara persetujuan ekspor crude palm oil (CPO) didakwa menerima suap dan gratifikasi. Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom. Selain itu, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan, juga didakwa terlibat dalam penerimaan uang suap.
Kelimanya didakwa menerima total uang suap sebesar Rp 40 miliar dalam menjatuhkan vonis lepas perkara persetujuan ekspor CPO. Uang tersebut diduga berasal dari para advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Rincian pembagian uang suap antara lain: Arif didakwa menerima Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan Rp 6,2 miliar.
Para terdakwa ini didakwa melanggar berbagai pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12B, dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!