
Pengakuan Saksi tentang Ancaman dalam Kasus Suap Vonis Lepas CPO
Dalam persidangan kasus dugaan suap vonis lepas terhadap perkara ekspor crude palm oil (CPO), saksi Marcella Santoso, pengacara terdakwa korporasi CPO, mengungkapkan bahwa dirinya sempat menerima ancaman dari mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan. Peristiwa ini terjadi saat ia menjadi saksi dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Marcella memberikan kesaksian untuk lima orang terdakwa, termasuk eks Wakil Ketua PN Jakpus Muhammad Arif Nuryanta, mantan Panitera Muda PN Jakpus Wahyu Gunawan, serta tiga hakim yang memvonis lepas terdakwa korporasi CPO, yaitu Djuyamto, Agam Syarief Baharudin, dan Ali Muhtarom. Dalam kesaksian tersebut, Marcella menyampaikan bahwa ancaman itu disampaikan oleh Wahyu melalui komunikasi video call dengan suaminya, Ariyanto Bakri.
Menurut Marcella, Wahyu memaksa agar perkara CPO diserahkan kepadanya. Ia juga menegaskan bahwa Wahyu bersikeras agar proses pengurusan perkara dilakukan langsung oleh istrinya, bukan melalui pihak lain. "Intinya harus Ari langsung karena yang bersidang itu adalah istrinya, enggak boleh suruh orang lain," ujarnya dalam persidangan.
Selain itu, Marcella mengungkapkan bahwa Wahyu menggunakan kata-kata seperti 'pasang leher' dalam komunikasi tersebut. Kata-kata ini menunjukkan ancaman serius dari Wahyu. Menurutnya, jika tidak ada kesepakatan, maka terdakwa korporasi tidak akan bisa berjualan minyak goreng lagi.
"Kalau enggak serius, gue pasang leher pasti di-polin," jawab Marcella ketika ditanya oleh Hakim Effendi. Ia juga menyebut bahwa Wahyu meminta uang sebesar Rp 60 miliar sebagai bentuk kesepakatan. Namun, Marcella mengaku tidak mengetahui awal mula perhitungan uang tersebut dan hanya mendengar dari komunikasi antara Wahyu dan Ariyanto.
Jaksa kemudian menanyakan apakah sudah ada kesepakatan putusan jika uang Rp 60 miliar diberikan. Marcella menjawab bahwa ia hanya mengetahui informasi tersebut dari video call dan tidak tahu detail kesepakatan yang terjadi. "Saya enggak bisa bercerita tentang yang 60 miliar itu, Pak, saya sampaikan yang 60 itu saya mengetahui dari video call," ujarnya.
Wahyu, yang juga terdakwa dalam kasus ini, membantah keterangan Marcella. Ia menegaskan bahwa tidak ada komunikasi video call antara dirinya dan Ariyanto terkait perkara CPO. Wahyu juga membantah adanya ancaman terhadap terdakwa korporasi CPO dan menyangkal bahwa dirinya menawarkan pengurusan perkara kepada Ariyanto.
Meski dibantah, Marcella tetap pada kesaksian yang diberikannya. Ia menegaskan bahwa ia akan tetap menyampaikan keterangan sesuai apa yang ia alami.
Dakwaan Terhadap Tiga Hakim dan Empat Terdakwa Lainnya
Dalam kasus suap vonis lepas CPO, tiga hakim yang menjatuhkan putusan bebas didakwa menerima suap dan gratifikasi. Ketiga hakim tersebut, yakni Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom, didakwa bersama-sama dengan eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, Muhammad Arif Nuryanta, dan mantan Panitera Muda PN Jakarta Pusat, Wahyu Gunawan.
Total uang suap yang diterima oleh kelima terdakwa mencapai Rp 40 miliar. Uang tersebut diduga berasal dari Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M. Syafe'i, yang merupakan advokat atau pihak yang mewakili kepentingan terdakwa korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Rinciannya, Arif Nuryanta didakwa menerima bagian suap sebesar Rp 15,7 miliar, Wahyu Gunawan menerima sekitar Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, sedangkan Agam Syarief dan Ali Muhtarom masing-masing mendapatkan bagian uang suap senilai Rp 6,2 miliar.
Kelimanya didakwa dengan beberapa pasal terkait tindak pidana korupsi, termasuk Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12B, juncto Pasal 18 UU Tipikor, dan juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!