
Abdul Fajar Saputra, Wakil Tolitoli dalam Lomba Batik Banava
Abdul Fajar Saputra menjadi satu-satunya perwakilan dari Kabupaten Tolitoli dalam ajang Lomba Batik Banava yang diadakan di Kota Palu. Pemuda asal Kelurahan Nalu, Kecamatan Baolan ini siap menunjukkan kreativitasnya malam ini setelah menjalani masa karantina selama tiga hari di sebuah hotel. Fajar, panggilan akrabnya, baru saja lulus dari SMAN 3 Tolitoli tahun ini. Meskipun masih muda, ia membawa semangat besar untuk mengharumkan nama daerahnya.
"Saya ingin Tolitoli juga bisa dikenal lewat karya dan kreasi batik," ujarnya dengan penuh optimisme. Ajang Lomba Batik Banava menjadi panggung prestisius bagi para desainer muda Sulawesi Tengah. Selain memperlihatkan keterampilan, acara ini juga bertujuan memperkenalkan identitas budaya daerah melalui batik khas yang baru saja diluncurkan.
Apa Itu Batik Banava?
Batik Banava adalah brand batik yang lahir dari inisiatif Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sulawesi Tengah. Nama Banava dipilih karena memiliki makna mendalam terkait nilai budaya dan filosofi lokal. Batik Banava resmi diperkenalkan ke publik nasional saat Festival Jogja Fashion Week di Kota Bantul, Yogyakarta, pada 7 Agustus 2025. Kehadirannya langsung menarik perhatian karena menghadirkan motif yang terinspirasi dari alam dan kebudayaan khas Sulawesi Tengah.
Setiap pola Batik Banava tidak dibuat secara sembarangan. Motifnya merefleksikan keindahan laut Teluk Palu, kekayaan flora-fauna endemik, serta jejak sejarah suku-suku besar di Sulawesi Tengah. Kombinasi warna yang hangat dan segar menjadikan Batik Banava tampil berbeda dari batik daerah lainnya.
Batik Banava sebagai Identitas Budaya dan Ekonomi
Selain sebagai busana, Batik Banava digagas untuk menjadi identitas baru Sulawesi Tengah di kancah nasional maupun internasional. Dengan adanya batik ini, masyarakat setempat diharapkan lebih percaya diri menunjukkan jati diri daerahnya melalui karya tekstil.
Kehadiran Batik Banava juga diiringi semangat pemberdayaan ekonomi. Dekranasda Sulteng mendorong pengrajin lokal agar terlibat langsung dalam produksi, sehingga batik ini tidak hanya sekadar simbol budaya, tetapi juga membuka peluang usaha baru bagi masyarakat.
Lomba Batik Banava di Kota Palu menjadi ajang penting untuk memperkuat ekosistem tersebut. Para desainer muda diberikan ruang untuk bereksperimen dengan kreativitas, sekaligus menguji sejauh mana batik khas daerah ini bisa diolah menjadi karya modern tanpa kehilangan akar tradisinya.
Representasi Semangat Anak Muda
Abdul Fajar Saputra menjadi representasi dari semangat itu. Dengan latar belakang pelajar dari Tolitoli, ia datang membawa pesan bahwa anak muda dari pelosok daerah pun mampu tampil percaya diri di panggung besar. "Batik Banava adalah kebanggaan baru Sulawesi Tengah. Kami ingin anak muda seperti Fajar ikut merawat dan mengembangkan warisan ini," kata salah satu panitia lomba.
Dukungan semacam ini diharapkan mampu melahirkan desainer-desainer baru yang siap membawa Batik Banava bersinar lebih jauh. Melalui kompetisi ini, Batik Banava tidak hanya menjadi kain, melainkan simbol perjalanan budaya Sulawesi Tengah menuju panggung dunia. Dari Palu, Tolitoli, hingga Yogyakarta, semangatnya terus menjalar, meneguhkan bahwa kain bisa menjadi bahasa universal untuk memperkenalkan identitas bangsa.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!