Korban TPPO Aceh Menangis di Bandara Tanpa Uang dan Makanan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Korban TPPO Aceh Menangis di Bandara Tanpa Uang dan Makanan

Pengalaman Pahit Wibi Rezki Walat, Korban TPPO yang Dideportasi dari Kamboja

Wibi Rezki Walat (24), seorang pemuda asal Aceh, mengalami nasib yang sangat menyedihkan setelah dideportasi dari Kamboja. Selama tiga hari, ia terkatung-katung di Bandara Soekarno-Hatta tanpa uang, pakaian ganti, dan bahkan tanpa makanan sedikit pun. Kondisi ini menunjukkan betapa sulitnya perjalanan yang dialaminya sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Kabar tentang kondisi Wibi pertama kali diterima oleh anggota DPD RI asal Aceh, H. Sudirman atau yang akrab disapa Haji Uma, dari seorang warga Langsa pada Jumat (23/8/2025) sekitar pukul 19.00 WIB. Informasi yang diterima menyebutkan bahwa Wibi sudah berada di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta sejak pagi hari setelah dipulangkan oleh otoritas Imigrasi Kamboja.

Tanpa memiliki sepeser uang pun keluarga yang menjemput, Wibi hanya bisa bertahan dengan jaringan wifi bandara untuk menghubungi kerabat di kampung. Dalam percakapan video call dengan Haji Uma, Wibi tampak menangis sambil duduk di kursi bandara. Ia memohon bantuan dengan suara terbata-bata: “Pak, tolong saya. Saya tidak punya apa-apa. Saya lapar, Pak. Saya mau pulang ke Aceh tapi tidak punya uang.”

Haji Uma kemudian bertanya mengapa Wibi masih berada di bandara. Ia menjawab bahwa ia tidak memiliki sinyal karena masih menggunakan kartu seluler dari Kamboja dan tidak memiliki uang untuk membeli kartu seluler Indonesia. Akibatnya, ia hanya bisa menggunakan wifi bandara untuk meminta pertolongan.

Berdasarkan pengakuan Wibi, ia dideportasi bersama empat korban TPPO lain dari berbagai provinsi di Indonesia. Namun, berbeda dengan korban lainnya yang telah dijemput keluarga masing-masing, Wibi harus bertahan sendirian di bandara.

Mendengar kondisi tersebut, Haji Uma segera menginstruksikan staf protokoler DPD RI untuk mendampingi dan memberikan bantuan sementara. Wibi diberi makan sambil menunggu kedatangan Haji Uma di bandara. Sesampainya di Terminal 2, Haji Uma langsung menemui Wibi. Pertemuan itu diwarnai tangis haru dari korban yang menceritakan kembali kronologis perjalanan getirnya sejak diberangkatkan oleh seorang agen asal Langsa.

Menurut pengakuan Wibi, ia awalnya dijanjikan bekerja sebagai marketing di Thailand. Namun, agen asal Langsa justru menjualnya ke sebuah perusahaan di Kamboja yang memaksanya bekerja dalam praktik penipuan (scamming). Jika target pekerjaan tidak tercapai, Wibi mengaku kerap dipukuli dan bahkan tidak diberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah. “Kalau saya shalat, saya ditendang sampai baju shalat dan celana panjang saya dirobek-robek,” kata Wibi dengan suara lirih.

Perjalanan panjang yang ia tempuh untuk mencapai Kamboja pun penuh risiko. Dari Aceh, ia diberangkatkan melalui Dumai, lalu ke Malaysia, Vietnam, hingga akhirnya tiba di Kamboja menggunakan jalur laut. Setelah mengalami berbagai penyiksaan, pihak Imigrasi Kamboja akhirnya memutuskan untuk mendeportasi Wibi bersama korban lainnya.

Mengetahui kondisi tersebut, Haji Uma langsung mengambil langkah cepat. Ia membeli tiket penerbangan, menyewa hotel untuk tempat beristirahat Wibi, serta memberikan uang saku. Bahkan, seluruh biaya perjalanan dari Bandara Kualanamu hingga ke Langsa juga ditanggung oleh tim Haji Uma.

“Alhamdulillah, pagi ini tanggal 24 Agustus 2025, Wibi sudah terbang ke Kualanamu dan dilanjutkan perjalanan darat ke Aceh. Penjemputan juga difasilitasi oleh staf kita di wilayah Sumatera Utara hingga tiba di rumahnya,” jelas Haji Uma.

Wibi juga menyampaikan pesan kepada masyarakat agar berhati-hati terhadap tawaran kerja ke luar negeri dari agen-agen ilegal. “Jangan pernah mau diajak bekerja oleh agen yang ilegal dengan iming-iming gaji besar ke negara Asia, karena bisa kita pastikan itu TPPO. Di sana kita kerap disiksa oleh perusahaan yang membeli kita dari agen tersebut,” tegas Wibi.

Kini, Wibi sudah kembali ke kampung halaman setelah melalui pengalaman pahit sebagai korban TPPO. Kisah ini menambah daftar panjang penderitaan warga Aceh dan daerah lain yang menjadi korban sindikat perdagangan orang lintas negara.