
Peran Klarifikasi Istana dalam Isu Pergantian Kapolri
Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi, menyampaikan pandangan penting terkait klarifikasi resmi dari Istana Negara mengenai isu pergantian Kapolri. Menurutnya, langkah tersebut merupakan strategi politik yang penting untuk menjaga marwah institusi dan konstitusi. Penegasan bahwa tidak ada surat presiden (surpres) ke DPR menunjukkan posisi pemerintah dalam menjaga stabilitas lembaga negara.
Haidar menilai bahwa penyebaran rumor tanpa dasar hukum bisa melemahkan kepercayaan publik terhadap Polri dan pemerintah. Ia menekankan bahwa isu-isu seperti ini berpotensi menciptakan delegitimasi dan mengganggu stabilitas nasional. Di tengah spekulasi yang sengaja digoreng, klarifikasi resmi memperkuat bahwa kepemimpinan Polri tidak boleh dijadikan alat transaksi politik maupun gosip publik.
Dalam sistem negara hukum, penggantian pejabat tinggi seperti Kapolri harus tunduk pada regulasi dan mekanisme konstitusional. Klaim tanpa landasan hukum atau sinyal resmi dari pemerintah akan menciptakan kesan bahwa pengelolaan jabatan Kapolri hanya sekadar transaksi politik jangka pendek.
Polri sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum dan keamanan dalam negeri perlu fokus pada tugas utamanya. Namun, penyebaran rumor tanpa bukti valid dapat menciptakan ketidakpastian di tubuh institusi dan mengganggu fokus kerja aparat. Alih-alih bekerja, jajaran kepolisian bisa terdistraksi oleh isu-isu politik yang tidak produktif.
Istana Negara telah secara terbuka membantah kabar adanya surat presiden ke DPR terkait pergantian Kapolri. Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebelumnya menyatakan bahwa informasi tersebut tidak benar. Haidar menilai kecepatan dan ketegasan komunikasi politik seperti ini merupakan bagian dari strategi menjaga kewibawaan negara.
Klarifikasi ini bukan sekadar administratif, tetapi juga menjadi pernyataan politik bahwa kepemimpinan Polri tetap berada dalam kendali konstitusional, bukan opini publik yang dibentuk oleh narasi spekulatif. Meski Istana dan DPR telah membantah adanya surpres, publik masih menunggu kepastian langsung dari Presiden Prabowo.
Nama-nama yang Diperkirakan Masuk Bursa Calon Kapolri
Isu pergantian Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo semakin santer terdengar. Sejumlah nama perwira tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen Pol) mencuat sebagai kandidat kuat. Pangkat ini dilambangkan dengan tiga bintang emas di pundak dan berada di atas Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol) serta di bawah Jenderal Polisi (Jenderal Pol).
Empat jenderal bintang tiga yang dikabarkan masuk bursa calon Kapolri adalah Komjen Dedi Prasetyo (Wakapolri), Komjen Suyudi Ario Seto (Kepala BNN), Komjen Syahardiantono (Kabareskrim), dan Komjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho (Sekjen KKP). Keempatnya dikenal memiliki rekam jejak dan keahlian yang beragam.
Pentingnya Sistem dan Revisi UU Polri
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, berpendapat bahwa persoalan penggantian Kapolri bukan lagi soal siapa sosoknya, melainkan tentang komitmen untuk melakukan reformasi Polri secara menyeluruh. Menurut Bambang, memilih Kapolri saja tidak cukup jika tidak disertai dengan perbaikan sistem.
"Yang dibutuhkan bukan hanya mengganti Kapolri, tetapi membangun sistem agar Polri berjalan dengan baik sesuai dengan harapan masyarakat," ujar Bambang kepada Kompas.com. Tanpa sistem yang baik, siapapun Kapolri yang terpilih akan sangat berpotensi mempertahankan status quo dan zona nyaman.
Bambang menambahkan bahwa reformasi Polri tidak bisa digantungkan pada satu personal saja. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah untuk mulai membangun sistem yang lebih baik, dimulai dari revisi Undang-Undang (UU) Polri. "Problemnya adalah bagaimana draf revisi UU Polri itu akan dibentuk, apakah benar menjawab tantangan zaman dan harapan masyarakat, atau cuma melindungi kepentingan status quo," katanya.
Rencana Pembentukan Tim Reformasi Polri
Tuntutan untuk mereformasi Polri ternyata bukan hanya datang dari pengamat, tetapi juga dari masyarakat sipil. Eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Laode M Syarif, mengungkapkan bahwa Presiden Prabowo menyambut baik usulan dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB) untuk membentuk tim reformasi Polri.
Laode mengatakan bahwa Presiden Prabowo mengaku sudah memikirkan reformasi Polri bahkan sebelum pertemuan tersebut. "Ketika beliau membaca itu (usulan pembentukan tim reformasi Polri), beliau langsung memberi jawaban bahwa 'wah ini sudah dipikirkan, walaupun saya tidak bertemu Bapak-bapak ini sudah dipikirkan dan ini akan segera dilaksanakan'," tutur Laode.
Presiden bahkan menyebut Keppres terkait reformasi Polri tinggal ditandatangani. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menanggapi isu ini. Meskipun belum mengetahui secara pasti isi Keppres tersebut, Laode dan para tokoh GNB mengaku sangat menghargai respons positif dari Presiden Prabowo.
Langkah-langkah yang akan diambil oleh Presiden Prabowo, baik dalam memilih calon Kapolri maupun dalam merealisasikan janji reformasi, akan sangat dinanti oleh publik. Desakan untuk mengganti Kapolri semakin menguat di tengah serangkaian insiden, termasuk kecelakaan yang menewaskan pengemudi ojek online dan tewasnya demonstran dalam unjuk rasa di Jakarta dan sejumlah daerah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!