Khutbah Jumat Terbaru: Menghargai Disabilitas dan Meneladani Nabi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Pentingnya Menghargai Penyandang Disabilitas dalam Perspektif Islam

Shalat Jumat merupakan salah satu kewajiban utama bagi umat Muslim yang mengandung nilai ibadah sekaligus momentum untuk memperkuat persatuan umat. Di dalamnya terdapat khutbah Jumat, yang bukan sekadar formalitas, tetapi sarana penting untuk memberikan nasihat, pengingat, serta pembinaan ruhani dan sosial kepada jamaah. Khutbah Jumat menjadi kesempatan emas untuk menanamkan nilai-nilai keislaman yang sesuai dengan tantangan zaman.

Pada khutbah Jumat kali ini, tema yang diangkat adalah menghargai penyandang disabilitas dalam perspektif Islam. Materi khutbah menegaskan bahwa Islam memandang penyandang disabilitas sebagai bagian yang utuh dari masyarakat dengan hak, martabat, dan kontribusi yang sama. Allah SWT dan Rasulullah SAW memberi teladan agar umat Islam tidak meremehkan, mengejek, atau merendahkan kaum difabel, melainkan menghormati dan memberdayakan mereka. Pesan khutbah ini sekaligus meneguhkan semangat kesetaraan, kepedulian, serta keadilan sosial.

Dengan mengangkat tema tersebut, khutbah ini mengajak jamaah untuk merenungi kembali sikap kita terhadap saudara-saudara penyandang disabilitas. Apakah kita sudah menghargai mereka sebagaimana tuntunan Islam, atau justru masih ada perilaku merendahkan yang tanpa sadar kita lakukan? Inilah pengantar menuju materi khutbah yang menegaskan betapa pentingnya mengamalkan nilai penghormatan, empati, dan kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat.

Khutbah Pertama

Dalam khutbah pertama, khatib menyampaikan pujian dan rasa syukur kepada Allah SWT. Ia juga mengingatkan diri sendiri dan jamaah untuk terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Jamaah Jumat rahimakumullah. Salah satu hal penting dan mendasar yang harus kita pahami terkait saudara-saudara kita penyandang disabilitas, bahwa mereka adalah bagian dari kita dan kita juga bagian dari mereka. Dalam sebuah tatanan masyarakat bangsa, mereka dan kita adalah sama-sama unsur yang penting. Adalah hak mereka, dan kewajiban negara atau kita semua, untuk memperoleh lingkungan yang mendukung dan menyediakan kesempatan seluas-luasnya untuk maju, berkembang, dan berkontribusi pada masyarakat dan bangsanya seperti halnya orang lain.

Islam memberikan perhatian dan kepedulian yang besar terhadap penyandang disabilitas. Baik ayat Al-Qur’an, sabda Nabi Muhammad saw., maupun praktik hidup beliau, semuanya menunjukkan adanya kewajiban kita terhadap saudara-saudara yang menyandang disabilitas agar mereka dapat menjalani kehidupan yang bermartabat seperti orang lain. Salah satunya adalah tidak memandang rendah mereka. Allah Swt. memperingatkan agar kita tidak mengejek atau merendahkan mereka, sebagaimana firman-Nya:

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok)."

Bahkan, sering kali orang-orang yang dianggap lemah, tak berdaya, kurang mampu, atau dianggap rendah itu justru memiliki keutamaan tersendiri yang tidak dimiliki kelompok masyarakat yang lain. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda:

"Bukankah kalian diberi pertolongan dan rezeki berkat orang-orang lemah di antara kalian?"

Dari riwayat Nasa’i disebutkan dengan redaksi yang sedikit berbeda, “Sesungguhnya Allah menolong umat ini berkat orang-orang lemah, berkat doa-doa mereka, berkat salat-salat mereka, dan berkat keikhlasan mereka.” Dulu, ketika akan dilakukan pembagian rampasan perang (ganimah), ada seorang Sahabat yang bertanya kepada Rasulullah saw., “Apakah orang yang melindungi kaumnya, membentengi saudara-saudaranya dalam perang mendapat bagian yang sama dengan orang lain yang biasa-biasa saja?” Rasulullah saw. menjawab, “Sama.” Lalu beliau mengucapkan hadis di atas.

Itu mengandung arti, seperti dijelaskan oleh para pensyarah hadis, kalau orang-orang kuat memiliki kelebihan dalam hal keberanian bertempur dan berperang sehingga membawa kemenangan bagi umat, orang-orang lemah juga memiliki kelebihan berkat doa tulus mereka. Boleh jadi, kemenangan yang diperoleh umat Islam dalam perang-perangnya sepanjang sejarah justru berkat doa tulus orang-orang lemah itu, bukan semata-mata karena keberanian orang-orang yang kuat. Boleh jadi juga, kemenangan saudara-saudara kita di Gaza dan beberapa tempat lainnya, itu berkat doa-doa tulus dari orang-orang yang lemah.

Perhatian Islam Terhadap Penyandang Disabilitas

Ihwal perhatian Islam terhadap penyandang disabilitas ini bahkan sampai membuat Allah Swt. menegur Nabi Muhammad saw., kekasih tersayang-Nya, hamba terbaik-Nya. Ketika Abdullah bin Ummi Maktum, seorang yang tunanetra bertanya kepada Rasulullah saw. tentang suatu hal, Rasulullah saw. tidak langsung menanggapinya karena memang sedang menerima tamu pembesar-pembesar Quraisy yang diharapkan akan menerima dakwah Rasul dan berpengaruh membawa kaumnya memeluk Islam. Namun, sikap Nabi saw. itu ditegur oleh Allah, karena dinilai kurang memperhatikan Abdullah bin Ummi Maktum yang tunanetra dan lebih memperhatikan pembesar-pembesar Quraisy. Turunlah kemudian firman Allah Swt.:

"Dia (Nabi Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang tunanetra (Abdullah bin Ummi Maktum) telah datang kepadanya. Tahukah engkau (Nabi Muhammad) boleh jadi dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran sehingga pengajaran itu bermanfaat baginya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (para pembesar Quraisy), engkau (Nabi Muhammad) memberi perhatian kepadanya."

Ada pelajaran penting dan hikmah besar yang dapat kita tarik dari sini, yaitu bahwa Islam mengajarkan kita untuk menjaga kehormatan, martabat, kesetaraan, keadilan, dan perasaan di antara kita, termasuk terhadap saudara-saudara kita para penyandang disabilitas.

Nilai Kesetaraan dalam Islam

Pada bagian lain, Al-Qur’an menyatakan bahwa kita semua berasal dari ayah dan ibu yang sama, lalu diciptakan berbeda-beda bangsa, warna kulit, bahasa, dan lain sebagainya. Akan tetapi, perbedaan itu bukan menjadi alasan bahwa yang satu lebih tinggi daripada yang lain, atau yang satu boleh mengejek dan merendahkan yang lain. Sama sekali bukan itu maksud perbedaan. Orang yang paling mulia di sisi Allah bukan ditentukan oleh warna kulitnya, melainkan oleh ketakwaannya kepada Allah Swt.

Ayat ini turun, seperti disebutkan oleh Al-Baghawi dalam tafsirnya, untuk merespons sikap orang-orang kafir Quraisy saat itu yang mengolok-olok dan merendahkan Bilal bin Rabah. Seusai mengumandangkan azan, orang-orang kafir Quraisy mengejeknya dengan mengatakan, “Apakah Muhammad tidak memiliki orang lain selain gagak hitam ini untuk mengumandangkan azan?” Ayat di atas turun untuk merespons ejekan orang-orang kafir Quraisy, sebagai pembelaan terhadap Bilal dan orang-orang sepertinya yang direndahkan. Bahkan lebih dari itu, ayat ini juga bermaksud untuk mengangkat harkat manusia secara umum yang hanya dipandang mulia di sisi Allah karena ketakwaannya.

Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga mengingatkan para sahabat agar tidak mudah menertawakan atau meremehkan orang lain yang memiliki keterbatasan atau cacat fisik. Diceritakan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa ‘Abdullah bin Ma’sud suatu ketika pernah diminta oleh Rasulullah untuk memetik ranting pohon yang akan digunakannya bersiwak. Ketika ia telah menaiki pohon tersebut, angin yang cukup kencang berhembus dan membuat pakainya tersingkap. Ketika itu, dua betis ‘Abdullah bin Ma’sud yang kecil tampak terlihat oleh sahabat-sahabat Nabi yang sedang berada di sekitar tempat itu. Menurut para sahabat nabi itu, ukuran kaki ‘Abdullah bin Ma’sud terlihat aneh, terlalu kecil, tidak seproporsional ukuran kaki orang pada umumnya.

Melihat tingkah para sahabat yang menertawakan kaki ‘Abdullah bin Ma’sud, Nabi saw. lalu bertanya, “Apa yang kalian tertawakan?” Para sahabat kemudian menjawab, “Duhai Rasulullah, kami menertawakan kaki kecil ‘Abdullah bin Ma’sud itu.” Mendengar jawaban itu, Rasulullah saw. marah lalu mengatakan, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betis ‘Abdullah bin Mas’ud di hari Kiamat nanti akan lebih berat timbangannya dari gunung Uhud.”

Kontribusi Penyandang Disabilitas dalam Dunia Islam

Berkat penghormatan Islam dan masyarakat Muslim terhadap penyandang disabilitas, banyak di antara mereka yang berhasil menjadi ulama besar dan penerang umat. Untuk sekadar menyebut contoh, ada Al-A’masy (seorang pakar hadis dari Kufah, Irak) yang mengalami rabun mata pada kedua matanya sejak masih kecil. Ada Imam Qalun (muridnya Imam Nafi’, seorang ahli qira’at Qur’an) yang mengalami gangguan pendengaran cukup parah. Ada Atha’ bin Abi Rabah (ulama besar) yang berkulit hitam, berhidung pesek, dan cacat kaki. Dan lain sebagainya.

Perhatian terhadap saudara-saudara penyandang disabilitas tidak hanya harus diberikan oleh kita sebagai individu, tetapi juga oleh negara, oleh lembaga-lembaga sosial. Dalam sejarah Islam, Khalifah Umar bin Khattab r.a. dicatat sebagai khalifah yang memberikan perhatian besar secara kelembagaan negara kepada kelompok penyandang disabilitas, orang-orang lemah, dan anak-anak dengan memberikan jatah uang tambahan bagi mereka dari kas negara atau Baitul Mal.

Selain Khalifah Umar bin Khattab, beberapa pemerintahan atau kekhalifahan berikutnya juga melakukan hal yang sama. Khalifah Walid bin Abdul Malik, misalnya, membangun rumah sakit khusus bagi penderita penyakit kusta. Ia juga memberikan layanan satu orang pembantu bagi setiap orang yang lumpuh dan tidak lagi mampu berjalan. Sementara Khalifah Al-Ma’mun pada masa yang lain membangun panti khusus bagi penyandang tunanetra, perempuan-perempuan tua yang sudah lemah dan tak berdaya.

Khutbah Kedua

Dalam khutbah kedua, khatib menyampaikan pujian dan rasa syukur kepada Allah SWT. Ia juga mengingatkan jamaah untuk senantiasa taat kepada Allah dan menjaga kesatuan umat. Selawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Jamaah Jumat rahimakumullah. Allah memerintahkan kita untuk berlaku adil, baik, dan menghormati kerabat dekat. Ia juga melarang kita melakukan perbuatan buruk, maksiat, dan kezaliman. Semoga kita terus mengingat dan bersyukur atas nikmat-Nya. Dan ingatlah bahwa mengingat Allah akan membawa manfaat bagi kita. Semoga kita bisa terus memperbaiki diri dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

Demikian materi khutbah Jumat kali ini, semoga bermanfaat.