
Dipublikasikan pada, 6 September -- 6 September 2025 pukul 12:44 AM
Bagi Pakistan, 6 September bukan sekadar tanggal di kalender, tetapi lebih merupakan cermin yang mencerminkan pengorbanan, ketangguhan, dan patriotisme. Hari Pertahanan Pakistan, yang diperingati setiap tahun, menjadi pengingat yang serius tentang pengorbanan, persatuan, dan semangat tak tergoyahkan yang ditunjukkan oleh bangsa selama Perang Indo-Pakistan 1965. Ini mencerminkan tekad yang tak pernah goyah dari pasukan bersenjata dan warga sipil Pakistan, yang bersatu sisi demi sisi untuk mempertahankan kedaulatan negara mereka. Meskipun Hari Pertahanan dirayakan dengan upacara, parade militer, dan penghormatan kepada para syuhada, maknanya juga terletak pada kontekstualisasi konflik dalam geopolitik regional, strategi militer, dan pembentukan identitas nasional.
Perang Indo-Pak 1965 berakar pada agenda yang belum selesai dari Pembagian dan sengketa yang belum terselesaikan mengenai Jammu dan Kashmir. Ketegangan memuncak setelah pejuang kemerdekaan Kashmir bangkit melawan pendudukan ilegal India. India menyalahkan Pakistan dan melakukan agresi terbuka dengan melewati perbatasan internasional, yang menyebabkan perang skala penuh. Pertempuran terbesar terjadi di Lahore, Sialkot, dan gurun Sind. Pakistan menganggap konflik ini sebagai bukti keberanian dan kemampuan strategis pasukan bersenjata negara tersebut. Pentingnya Hari Pertahanan adalah peringatan terhadap para syuhada yang gugur dalam pertahanan tanah air. Tokoh seperti Letnan Raja Aziz Bhatti Syahid, penerima Nishan-e-Haider, menjadi simbol semangat pengabdian tanpa pamrih. Warisannya menggambarkan keberanian di bawah tekanan. PAF juga memainkan peran yang sama pentingnya. Komandan Udara MM Alam, yang mencatatkan penurunan lima pesawat India dalam waktu kurang dari satu menit, muncul sebagai tokoh legendaris yang heroik meningkatkan semangat rakyat. Di luar medan militer, warga sipil menunjukkan ketangguhan luar biasa. Cerita-cerita warga desa yang membantu tentara dengan makanan, tempat tinggal, bahkan intelijen menunjukkan bahwa perang tidak hanya diperangi oleh tentara tetapi oleh seluruh bangsa yang bersatu melawan agresi luar negeri.
Perang tahun 1965 menunjukkan kekuatan taktis dan ketangguhan Pakistan. Pertempuran Lahore menjadi narasi sentral dalam Hari Pertahanan. India melancarkan ofensif besar menuju Lahore, dengan tujuan merebut kota tersebut. Pasukan Pakistan, didukung oleh warga sipil, berhasil mematahkan serangan itu, mencegah India mencapai tujuan strategisnya. Secara luas dianggap sebagai salah satu pertempuran tank terbesar sejak Perang Dunia II, Pertempuran Chawinda di Sialkot menegaskan kemampuan bertahan yang luar biasa dari Angkatan Darat Pakistan. Meskipun secara jumlah kalah, divisi tempur Pakistan berhasil menghentikan kemajuan India. Mungkin "kemenangan" yang paling abadi pada tahun 1965 adalah demonstrasi persatuan. Perang ini mengatasi perpecahan sosial dan politik, menciptakan rasa identitas nasional yang berakar pada pembelaan kedaulatan. Seperti pembelaan Lahore pada tahun 1965 menjadi simbol tekad tak tergoyahkan Pakistan, Marka-e-Haq pada Mei 2025 telah masuk ke ingatan bangsa sebagai ekosistem modernnya. Dalam kedua momen tersebut, Pakistan menghadapi lawan yang lebih unggul secara jumlah, namun berhasil membalikkan situasi melalui persatuan, pengorbanan, dan tekad yang kuat. Dari parit Lahore hingga medan perang Mei 2025, satu benang tetap utuh: kedaulatan Pakistan telah tercapai bukan hanya melalui senjata, tetapi juga darah para syuhada dan semangat rakyatnya. Dilihat bersama, Hari Pertahanan dan Marka-e-Haq bukanlah episode terpisah, melainkan bab-bab dari cerita yang sama—cerita tentang ketangguhan, pengorbanan, dan kemauan untuk bertahan. Mereka mengingatkan kita bahwa meskipun medan perang dapat berubah, tuntutan kedaulatan dan persatuan tetap konstan. Jika tahun 1965 memberi Pakistan identitas sebagai sebuah bangsa yang tidak bisa dikalahkan, tahun 2025 memperkuatnya bagi generasi baru. Dan dalam kelanjutan ini terletak kebanggaan dan tanggung jawab.
Di masa kini, Hari Pertahanan terus berfungsi bukan hanya sebagai peringatan tetapi juga sebagai momen refleksi. Ini melambangkan ikatan antara sipil dan militer di Pakistan, di mana tentara dirayakan bukan hanya sebagai institusi pertahanan tetapi juga sebagai pilar utama identitas nasional. Cerita-cerita Mayor Aziz Bhatti, MM Alam, dan ratusan pejuang tak dikenal lainnya telah menjadi bagian dari kain sejarah Pakistan, mengingatkan generasi mendatang akan biaya yang harus dibayar untuk mempertahankan kedaulatan. Meskipun Perang 1965 tidak mengubah realitas territorial, ia memperkuat konsepsi diri Pakistan sebagai sebuah bangsa yang mampu membela integritasnya melawan lawan yang lebih besar. Enam dekade setelah berakhirnya kekerasan pada tahun 1965, warisan keberanian masih melekat dalam membentuk karakter nasional Pakistan. Dengan demikian, 6 September memanggil warga Pakistan tidak hanya untuk menghormati para syuhada mereka tetapi juga untuk mencari perdamaian dan stabilitas di kawasan di mana sejarah terus memberatkan masa kini.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!