Injeksi Likuiditas Raksasa Purbaya, Siapkah Pasar Menyerap?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Langkah Menteri Keuangan dalam Menggerakkan Perekonomian

Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, berencana menarik dana pemerintah sebesar Rp200 triliun dari Bank Indonesia dan menempatkannya ke sistem perbankan. Tujuan utamanya adalah untuk menjaga ketersediaan likuiditas dan mempercepat pertumbuhan perekonomian. Namun, langkah ini tergantung pada kesiapan pasar yang mampu menyerap likuiditas tersebut.

Saat ini, kondisi perbankan mengalami tren pelemahan kredit karena permintaan dari sektor riil belum sepenuhnya pulih. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit pada Juli 2025 hanya mencapai 7,03% secara tahunan (YoY), lebih rendah dibandingkan dengan capaian Juni 2025 yang mencapai 7,77% YoY.

Dalam rapat dengan Komisi XI DPR, Menteri Keuangan Purbaya mengingatkan pentingnya kebijakan moneter dan fiskal yang tidak terlalu ketat agar tidak menyebabkan keringnya likuiditas di sistem, yang dapat menekan kinerja sektor riil. Ia juga menyampaikan bahwa pemerintah memiliki kas sebesar Rp425 triliun di rekening Bank Indonesia, dari mana Rp200 triliun akan dialirkan ke sistem perbankan untuk menggerakkan sektor riil.

Purbaya menegaskan bahwa jika dana tersebut masuk ke sistem, Bank Indonesia tidak perlu menyerap uang tersebut. Ia menyarankan agar Bank Indonesia menjalankan kebijakan moneter sementara pemerintah fokus pada kebijakan fiskal. Dengan demikian, ekonomi bisa kembali hidup.

Namun, ia mengakui bahwa penyaluran dana tersebut akan mengurangi kemampuan pemerintah dalam menggunakan dana tersebut untuk program-program tertentu. Meskipun demikian, sektor swasta akan ambil alih. Purbaya mengutip nasihat Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa jika dana kembali ke sistem, maka dosa pemerintah hanya satu, yaitu tidak bangun ekonomi, tetapi ekonomi bisa berjalan.

Eksekusi Program dan Perbaikan Serapan Anggaran

Selain menjaga likuiditas, Purbaya berkomitmen untuk memperbaiki serapan anggaran yang sering kali lambat. Ia berjanji akan memantau kinerja belanja secara rutin dan meminta unit-unit kementerian/lembaga untuk mempercepat eksekusi program.

Ia membandingkan era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan era Presiden Jokowi. Pada masa SBY, pertumbuhan ekonomi rata-rata hampir 6% karena laju pertumbuhan uang primer mencapai 17%, sehingga kredit swasta tumbuh 22%. Sementara itu, pada era Jokowi, pertumbuhan ekonomi rata-rata sedikit di bawah 5% lantaran uang beredar hanya tumbuh sekitar 7%.

Purbaya berharap dapat menggabungkan kekuatan sektor swasta seperti pada era SBY dengan fiskal pemerintah seperti era Jokowi. Dengan demikian, ia percaya pertumbuhan ekonomi 6,5% bukan mustahil tercapai.

Kesiapan Sektor Riil dan Pandangan Ekonom

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM UI, Teuku Riefky, menyampaikan bahwa lesunya kredit perbankan saat ini disebabkan oleh lemahnya permintaan dari sektor riil, bukan karena kurangnya likuiditas. Menurutnya, solusi menambah injeksi likuiditas tidak tepat dilakukan karena bisa menciptakan inflasi tanpa meningkatkan aktivitas ekonomi atau produktivitas.

Menurut Teuku, solusi tersebut juga dapat memengaruhi independensi Bank Indonesia dan memicu dampak yang lebih luas, termasuk tekanan inflasi dan menyempitnya ruang fiskal. Ia menilai, solusi terbaik adalah perbaikan di kementerian-kementerian yang berkaitan dengan sektor riil, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi, dan Kementerian Perdagangan.

Teuku menekankan bahwa kementerian keuangan hanya bertugas menavigasi belanja atau alokasi belanja. Tanpa adanya perbaikan iklim usaha dan investasi, insentif dan stimulus yang diberikan tidak akan efektif.