
Desakan untuk Mengatasi Masalah Gula Rafinasi
Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, menyampaikan desakan terhadap pemerintah untuk mengatasi masalah yang muncul akibat praktik penjualan gula rafinasi ke pasar konsumsi. Ia menilai bahwa hal ini menyebabkan kerugian besar bagi para petani tebu, karena produk mereka tidak terserap di pasar secara optimal.
Masalah ini muncul setelah aduan dari Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa sekitar ratusan ribu ton gula petani tidak dapat terserap di pasar. Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu memperbaiki tata kelola industri gula mulai dari hulu hingga hilir.
“Saya mendesak pemerintah untuk memperbaiki tata kelola gula dari hulu hingga hilir. Agar peristiwa tidak terserapnya gula petani karena banjirnya gula rafinasi di pasar konsumsi tidak terulang, maka harus ditindak tegas mereka yang bermain sesuai peraturan hukum yang berlaku,” ujar Rivqy.
Pengalaman Petani Tebu di Lumajang
Rivqy memberikan contoh tentang pengaduan dari petani tebu dan pengusaha gula di Lumajang. Mereka mengeluhkan pembelian gula di bawah Harga Patokan Petani (HPP). Selain itu, ada penumpukan gula di gudang PG Djatiroto yang semakin memperparah kondisi ini.
“Hal ini merugikan petani tebu. Bahkan, para petani hari ini menunda waktu panen karena pabrik belum melakukan produksi disebabkan masih banyaknya tumpukan gula di gudang,” tambahnya.
Dampak pada Ekonomi Keluarga Petani
Penumpukan gula ini juga berdampak pada ekonomi keluarga petani. Mereka mengaku kesulitan memenuhi kebutuhan keluarga karena perputaran keuangan bergantung pada penjualan hasil panen tebu.
“Rata-rata para petani tebu di Lumajang adalah masyarakat dengan pendapatan menengah kebawah, dan sumber pendapatan satu-satunya bergantung dari hasil tanam tebu. Mereka banyak yang bekerja sebagai penebang dan pengangkut tebu,” jelas Rivqy.
Perlu Perbaikan Sistem Produksi dan HPP
Atas dasar ini, Rivqy meminta pemerintah segera memperbaiki perhitungan produksi, konsumsi, dan cadangan gula nasional. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk memberlakukan dan mengawasi HPP secara ketat sebagai jaminan harga minimum.
“Saya menilai selama ini pemerintah belum memiliki hitungan yang baik untuk mengukur produksi, konsumsi, dan cadangan gula nasional. Ditambah pemerintah juga gagal dalam menerapkan HPP sebagai jaminan harga minimum, sehingga pedagang dapat dirugikan dari berantakannya tata kelola gula ini,” kata Rivqy.
Tindakan yang Harus Diambil Pemerintah
Rivqy menekankan bahwa Kementerian Perdagangan harus segera mengambil langkah tegas dalam mengatur tata kelola harga gula di pasar secara transparan dan terukur. Tujuannya agar tidak ada masyarakat yang dirugikan oleh sistem yang tidak sehat.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
- Memastikan ketersediaan gula rafinasi tidak mengganggu pasokan gula petani.
- Menjaga keseimbangan antara produksi, konsumsi, dan cadangan gula nasional.
- Memberlakukan HPP secara ketat agar harga gula tetap stabil dan menguntungkan petani.
- Melakukan pengawasan terhadap perdagangan gula untuk mencegah praktik tidak sehat.
Dengan tindakan-tindakan ini, diharapkan kondisi yang saat ini dialami petani tebu dapat segera diperbaiki dan keadilan dalam industri gula dapat tercapai.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!