
Peran Energi Bersih dalam Mewujudkan Transportasi Berkelanjutan
Dalam era yang semakin sadar akan lingkungan, transportasi berkelanjutan dan inklusif menjadi kebutuhan penting terutama di kawasan perkotaan. Tidak hanya fokus pada pengurangan emisi, tetapi juga menyediakan solusi energi bersih yang ramah lingkungan. Dalam konteks ini, banyak pihak mulai mengambil peran untuk mempercepat transisi menuju sistem transportasi yang lebih hijau.
Salah satu perusahaan yang aktif dalam mendukung penyediaan energi bersih adalah Grup Barito Pacific. Sebagai bagian dari komitmen mereka, anak usaha Chandra Asri Group turut berpartisipasi dalam pengembangan energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Salah satu pilar utama bisnis Chandra Asri adalah sektor energi terbarukan, yang menunjukkan komitmennya dalam menciptakan sumber daya yang tidak mengganggu lingkungan.
Nicko Setyabudi, Manajer Ekonomi Sirkular dan Kemitraan Chandra Asri Group, menjelaskan bahwa fokus bisnis Chandra Asri meliputi kimia, infrastruktur, dan energi. Dalam sektor energi baru terbarukan (EBT), Chandra Asri memiliki anak usaha Krakatau Chandra Energy yang berada di Cilegon. “Di sana kami ingin menghadirkan listrik yang lebih hijau dengan menggunakan solar panel,” ujarnya dalam talkshow Green Collabs Blok M yang diselenggarakan oleh news.aiotrade.app.
Ia menambahkan bahwa EBT seperti panel surya akan menjadi tren di masa depan. Hal ini karena selama ini masih ada ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. “Listrik hijau ini akan menjadi tren ke depan,” tuturnya.
Transportasi sebagai Penyumbang Polusi Udara
Kendaraan pribadi yang menggunakan bahan bakar fosil menjadi salah satu penyumbang utama polusi udara di kawasan perkotaan. Oleh karena itu, isu energi bersih menjadi bagian dari diskusi dalam sesi bertema "Mewujudkan Kota Hijau Melalui Transportasi Berkelanjutan dan Inklusif".
Direktur Operasional dan Keamanan PT Transjakarta, Daud Joseph, menyampaikan bahwa pihaknya berupaya mencapai target menyediakan 300 bus listrik. Tujuan utamanya adalah agar semua layanan angkutan umum tidak lagi menghasilkan emisi. “Bus-bus kami semua akan beralih ke bus listrik. Sekarang, kami mengoperasikan 570 bus listrik dan akan bertambah terus 1.000 unit setiap tahun menjadi 10.000 unit pada 2030,” jelasnya.
Namun, tantangan inklusivitas dalam sistem transportasi di Indonesia masih sangat besar. Laporan Institute for Transportation & Development Policy (ITDP) pada Maret 2024 menyebutkan bahwa warga Jabodetabek rata-rata menempuh jarak 10,5 km setiap hari untuk beraktivitas di Jakarta. Pada saat yang sama, cakupan transportasi publik yang terintegrasi di Jabodetabek masih timpang. Jakarta mampu menjangkau 78 persen wilayahnya, sedangkan kota-kota satelit di Bodetabek hanya mampu menjangkau antara delapan hingga 29 persen.
Solusi untuk Meningkatkan Akses Transportasi Umum
Keterbatasan akses terhadap transportasi umum yang layak dan terjangkau memaksa banyak orang untuk terus bergantung pada kendaraan pribadi. Akibatnya, kemacetan semakin parah dan kesenjangan mobilitas kian melebar. Gonggomtua E. Sitanggang, Southeast Asia Director ITDP, menegaskan bahwa penggunaan energi bersih merupakan kunci menuju transportasi ramah lingkungan dan inklusif. Ia menyarankan penerapan kendaraan listrik sebagai solusi utama.
“Jika ingin kota kita lebih compact maka yang dibutuhkan adalah sisa kendaraan (selain kendaraan umum) yang ada adalah kendaraan listrik,” ujarnya.
Dampak dari sistem transportasi yang tidak berkelanjutan langsung terasa dalam kehidupan masyarakat perkotaan, baik dari segi kesehatan, kualitas lingkungan, hingga produktivitas. Dengan adanya upaya dari berbagai pihak, diharapkan dapat tercipta kota yang lebih hijau, sehat, dan inklusif.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!