
Kasus Korupsi Pemerasan Sertifikat K3 yang Menimpa Pejabat Tinggi
Kasus dugaan pemerasan terhadap perusahaan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) masih menjadi perhatian masyarakat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) untuk mengungkap praktik korupsi yang diduga terjadi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada Rabu, (20/8/2025). OTT ini menangkap sejumlah pejabat dan pihak terkait yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang.
Sertifikat K3 adalah bukti resmi bahwa seseorang telah mengikuti pelatihan sesuai standar nasional atau internasional. Sertifikat ini diterbitkan oleh lembaga pelatihan yang terakreditasi. Dalam kasus ini, ada indikasi bahwa sertifikat tersebut digunakan sebagai alat untuk memperoleh uang secara tidak sah dari para pekerja.
Dari OTT yang dilakukan, salah satu yang terjaring adalah Immanuel Ebenezer alias Noel, yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker). Total ada 14 orang yang diamankan dalam operasi tersebut, dengan 11 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Presiden Prabowo Subianto kemudian memberhentikan Noel dari jabatannya setelah KPK menetapkan dirinya sebagai tersangka.
Pemberhentian ini diumumkan oleh Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, Jumat (22/8/2025). "Bapak Presiden telah menandatangani keputusan presiden tentang pemberhentian saudara Immanuel Ebenezer dari jabatannya sebagai Wakil Menteri Ketenagakerjaan," ujar Prasetyo dalam keterangannya.
Di tengah kasus ini, muncul nama Irvian Bobby Mahendro (IBM), yang diduga menjadi otak utama dari praktik korupsi ini. IBM, seorang aparatur sipil negara (ASN) yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Kelembagaan dan Personel K3, disebut sebagai penerima aliran dana haram terbesar. Dari total Rp81 miliar yang dikumpulkan selama periode 2019–2024, Irvian diduga mengantongi Rp69 miliar. Uang tersebut digunakan untuk membiayai gaya hidup mewah seperti belanja, hiburan, pembelian mobil mewah, dan pembayaran uang muka rumah.
Modus korupsi ini menyasar para pekerja yang diwajibkan memiliki sertifikasi K3. Para pelaku membuat harga sertifikat menjadi sangat mahal, jauh di atas tarif resmi. Bahkan, dari tarif sertifikasi K3 yang sebesar Rp275 ribu, fakta di lapangan menunjukkan bahwa para pekerja harus mengeluarkan biaya hingga Rp6 juta.
Selain Irvian, KPK juga mengungkap sejumlah pejabat lain yang turut menikmati uang hasil pemerasan, meskipun dalam jumlah yang lebih kecil. Beberapa di antaranya adalah:
- Anitasari Kusumawati (Subkoordinator Kemitraan): Rp5,5 miliar
- Subhan (Subkoordinator Keselamatan Kerja): Rp3,5 miliar
- Gerry Aditya Herwanto Putra (Koordinator Bidang Pengujian): Rp3 miliar
- Immanuel Ebenezer (Wamenaker): Rp3 miliar
- Hery Sutanto (Direktur Bina Kelembagaan): Rp1,5 miliar
- Chairul Fadhly Harahap (Sesditjen Binwasnaker dan K3): Satu unit mobil mewah
Secara total, KPK telah menetapkan 11 orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka dijerat dengan Pasal 12 huruf (e) dan/atau Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Praktik pemerasan sistemik ini berlangsung sejak 2019 hingga 2025. Menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, pengurusan sertifikat K3 yang seharusnya dikenakan tarif resmi Rp275.000 dipaksa naik hingga Rp6 juta per sertifikat. Uang hasil pungutan liar itu tidak hanya mengalir ke kantong pribadi, tetapi juga disamarkan melalui pembelian kendaraan dan aset lainnya.
Dari 14 orang yang diamankan, 11 telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Di antaranya adalah Immanuel Ebenezer yang disebut menerima Rp3 miliar dan satu unit sepeda motor, serta sejumlah pejabat internal Kemenaker dan pihak swasta yang menerima dana dalam kisaran Rp3,9 hingga Rp7,5 miliar. Total aliran dana mencapai Rp81 miliar, dan KPK telah menyita 22 kendaraan, uang tunai Rp170 juta, serta USD 2.201 sebagai barang bukti.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa integritas bukan hanya soal hukum, tapi juga harapan publik yang tak boleh dikhianati. Bagi KPK, penanganan kasus ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga menjadi titik awal bagi upaya pencegahan korupsi yang lebih serius di sektor ketenagakerjaan. Setyo menekankan pentingnya reformasi layanan publik agar lebih efisien dan berpihak kepada masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!