Belanda Menggoyang, Bendera Robek di Hotel Yamato Legendaris

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peristiwa Perobekan Bendera Belanda di Hotel Yamato

Pada 19 September 1945, terjadi peristiwa penting yang menjadi salah satu pemicu Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Peristiwa ini dikenal sebagai perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato. Peristiwa ini menunjukkan semangat perlawanan rakyat Indonesia terhadap tindakan-tindakan yang dianggap provokatif oleh pihak asing.

Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, pemerintah baru segera mengeluarkan maklumat tentang pengibaran bendera nasional, yaitu Sang Saka Merah Putih. Maklumat ini berlaku di seluruh wilayah Indonesia termasuk Surabaya. Namun, situasi tidak begitu mulus karena kembalinya pasukan Sekutu dan Belanda ke wilayah Indonesia.

Pada 18 September 1945, pasukan Sekutu dan Belanda dari Allief Forces Netherlands East Indies (AFNEI) tiba di Surabaya. Mereka menempati Hotel Yamato, yang digunakan sebagai markas untuk rehabilitasi tawanan perang dan interniran. Di sana, sekelompok orang Belanda yang dipimpin oleh Mr.W.V.Ch. Ploegman secara sengaja mengibarkan bendera merah, putih, dan biru di tiang bendera hotel tersebut. Tindakan ini menimbulkan reaksi dari pihak Indonesia.

Residen Soedirman, perwakilan pemerintah Indonesia, datang ke hotel untuk berdiskusi dengan pimpinan Sekutu, Ploegman, agar bendera tersebut diturunkan. Namun, diskusi tidak berjalan lancar karena Ploegman menolak mengakui kedaulatan Indonesia dan menurunkan benderanya. Bahkan, Ploegman mengeluarkan pistol, yang akhirnya memicu perkelahian antara kedua belah pihak.

Dalam keributan tersebut, Ploegman meninggal dunia karena dicekik oleh pengawal Soedirman, Sidik. Sayangnya, Sidik juga tewas di tangan tentara Belanda yang sedang bertugas saat itu. Residen Soedirman dan pengawalnya lainnya berhasil melarikan diri dari Hotel Yamato untuk mengamankan situasi. Hariyono dan Kusno Wibowo, yang awalnya bersama Soedirman, masuk kembali ke dalam hotel dan melakukan aksi heroik dengan menurunkan dan merobek bendera Belanda yang berwarna merah, putih, dan biru.

Peristiwa ini kemudian dikenal sebagai Peristiwa Tunjungan, sebuah aksi heroik perobekan bendera Belanda. Insiden ini memicu ketegangan di Surabaya dan berdampak pada munculnya pertempuran yang memakan banyak korban. Puncaknya adalah Pertempuran Surabaya yang sangat heroik.

Kesaksian Roeslan Abdulgani

Cak Roes, atau Roeslan Abdulgani, memberikan kesaksian mengenai peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di Surabaya. Menurutnya, sejak peristiwa perobekan bendera, rakyat Indonesia mulai tergugah untuk melawan tindakan-tindakan yang dianggap tidak adil.

Pada 3 September 1945, pemerintahan Republik Indonesia dibentuk di Surabaya. Bersamaan dengan itu, Badan Keamanan Rakyat (BKR) dibentuk, yang kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Komandannya adalah Moestopo alias Cak Moes. Dalam rangka melucuti senjata Jepang, BKR dan pemuda-pemuda Surabaya menyerbu gudang senjata terbesar milik Jepang di Gedung Don Bosco, Sawahan, Surabaya Utara.

Selain itu, orang-orang interniran Belanda dikeluarkan dari kamp tahanan. Namun, mereka justru ingin kembali merebut kekuasaannya atas Indonesia. Hal ini memicu bentrokan dengan rakyat Indonesia. Puncaknya adalah insiden bendera di Hotel Oranje.

Di sisi lain, bentrokan dengan Jepang tetap berlangsung. Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya meskipun dikeroyok. Alasannya, Jepang diinstruksikan oleh Sekutu untuk tidak menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan Republik yang baru, karena dianggap tidak sah.

Bentrokan terbesar dengan Jepang terjadi pada 1-3 Oktober 1945. BKR dan pemuda-pemuda lainnya menyerbu tentara Jepang dan berhasil merebut gedung markas Kempetai, polisi militer dan intel Jepang yang terkenal sadis pada waktu itu. Dalam bentrokan itu, banyak korban yang jatuh. Tapi gedung Kempetai berhasil dibakar. Bekas gedung ini kini dibangun Tugu Pahlawan.

Setelah itu, Inggris datang sebagai anggota Sekutu untuk mengangkut tawanan perang. Tapi praktiknya, mereka menduduki kantor telepon, kantor pos, jawatan kereta api, radio dan sebagainya. Lewat tentara Inggris inilah Belanda ikut membonceng, meskipun jumlahnya tidak banyak.

Perlawanan Rakyat Surabaya

Pendaratan tentara Inggris dari Brigade 49 dengan enam ribu prajurit dipimpin oleh Brigjen Mallaby mengundang reaksi Gubernur Jawa Timur, Suryo. Dia lalu mengutus empat orang, salah satunya adalah Roes, untuk meminta agar Inggris menghentikan pendaratan pasukannya itu. Pihak Inggris mengacuhkan permintaan ini, bahkan menyebarkan pamflet-pamflet yang berisikan ancaman: siapa saja yang tidak mau menyerahkan senjata akan menanggung risiko ditembak.

Lebih keterlaluan lagi, mereka mulai merampasi senjata dan kendaraan yang ada di tangan rakyat. Ini sangat melukai hati pemerintah dan rakyat. Pada tanggal 28 Oktober 1945, rakyat Surabaya lawan Inggris. Persenjataan mereka yang hebat, kita lawan dengan senjata apa adanya!

Menghadapi perlawanan rakyat itu akhirnya Inggris kelabakan. Mereka mengontak Soekarno di Jakarta untuk datang menentramkan emosi dan amarah rakyat. Menurut pihak Inggris, tidak ada seorang pemimpin di Surabaya yang mampu berbuat demikian.

Bung Karno bersedia datang dan keesokan harinya, bersama Bung Hatta, ia diterbangkan dengan pesawat terbang AU Inggris (RAF). Kedatangan rombongan Bung Karno tidak diketahui oleh pemuda dan rakyat yang mengepung Lapangan Terbang Morokrembangan. Karena itu sempat ditembaki dengan gencar. Di tengah-tengah hujan peluru itu Bung Karno dengan tabah dan berani keluar dari pesawat dengan membawa bendera merah-putih.

Kematian Brigjen Mallaby

Hasil yang penting dari perundingan ini adalah diakuinya TKR oleh Sekutu dan dibentuknya badan penghubung (Kontak Biro) antara tentara Sekutu dan para penguasa Surabaya. Anggota-anggota Kontak Biro terdiri atas pihak Indonesia dan beberapa perwira Sekutu. Roes termasuk salah seorang dari sembilan orang anggota dari pihak Indonesia.

Selesai berunding, rombongan Bung Karno dan Hawthorn langsung kembali ke Jakarta. Kontak Biro pun segera mengadakan rapat untuk mencari cara bagaimana mengefektifkan perjanjian gencatan senjata yang telah diputuskan sebelumnya. Dalam rapat ini Roes ditunjuk sebagai sekretaris, bersama dengan Kapten Shaw dari pihak Inggris.

Walaupun ada gencatan senjata, bentrokan antara rakyat dengan tentara Inggris masih terus berlangsung, a.l. di Gedung Lindeteves dan Gedung Internatio di dekat Jembatan Merah. Untuk menghentikan tembak-menembak di kedua gedung ini, Kontak Biro sepakat untuk mendatangi sendiri tempat-tempat tersebut. Waktu itu kira-kira pukul 17.00.

Dengan beriringan, delapan mobil menuju Lindeteves. Ternyata di sana keadaan sudah tenang. Iring-iringan kemudian melanjutkan perjalanan ke Gedung Internatio. Di sinilah kemudian terjadi malapetaka yang menentukan jalannya sejarah Kota Surabaya: Mallaby yang ikut dalam rombongan Kontak Biro, tewas terbunuh! Sampai sekarang masih simpang-siur bagaimana kejadian sebenarnya yang menyebabkan Mallaby sampai tewas.

Reaksi atas terbunuhnya Mallaby ini ternyata hebat sekali. Sampai-sampai Jenderal Christison, Panglima Tentara Sekutu di Asia Tenggara, keesokan harinya, tanggal 31 Oktober 1945, mengeluarkan peringatan dan ancaman kepada bangsa Indonesia.

Indonesia menolak tuduhan itu dengan mengeluarkan pernyataan bahwa Mallaby tewas di tengah-tengah keributan yang disebabkan oleh tembakan-tembakan yang pertama kali dilancarkan oleh pasukan Inggris.

Setelah itu Kontak Biro terus-menerus mengadakan rapat walaupun suasananya tidak menyenangkan. Sampai kemudian, pada tanggal 9 November 1945, Inggris mendaratkan tentara baru dari Divisi ke-5 sebanyak 24.000 orang. Mereka lalu mengeluarkan ultimatum.

"Pertempuran Surabaya itu merupakan pertempuran rakyat. Tentu saja TKR juga ikut, tapi semua rakyat terlibat dan senjatanya macam-macam. Model pertempurannya dari gedung ke gedung, dari jalan ke jalan. Kita mundur sedikit demi sedikit, selama tiga minggu."

Menurut catatan sejarah, lebih dari enam ribu rakyat Indonesia yang tewas. Untuk memperingati keberanian rakyat Surabaya, memang pantas kalau 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan. Begitulah yang terjadi di Surabaya antara September hingga November 1945 di mana ada peristiwa perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato di tengah-tengahnya.