
Antusiasme Pasar Terhadap Sukuk Ritel SR023
Bareksa, sebagai mitra distribusi Sukuk Ritel seri SR023, menyatakan bahwa penjualan produk ini selama periode 22 Agustus hingga 15 September 2025 mendapat respons positif dari pasar. COO Bareksa, Ni Putu Kurniasari, menjelaskan bahwa hingga menjelang penutupan masa penawaran pada pukul 12.00 WIB hari ini, penjualan SR023 masih sesuai dengan target dan estimasi awal yang ditetapkan.
Lebih lanjut, SR017 yang telah diterbitkan pada tahun 2022 lalu, jatuh tempo pada 10 September 2025. Hal ini menyebabkan aliran dana investasi dari SR017 kembali mengalir ke produk SR023. Data menunjukkan bahwa pada Minggu (7/9/2025) pukul 09.55 WIB, penjualan SR023 baru mencapai sekitar Rp4,22 triliun, atau sekitar 21,1% dari total target penjualan.
Pada hari itu, tenor tiga tahun masih tersisa 83,2% atau setara dengan Rp12,47 triliun, sementara tenor lima tahun masih tersisa 65,8% atau setara dengan Rp3,29 triliun. Artinya, masing-masing tenor hanya terjual sebesar Rp2,51 triliun dan Rp1,71 triliun pada hari tersebut.
Per pukul 12.02 WIB, data Bibit menunjukkan bahwa penjualan SR023 tersisa masing-masing 5,9% untuk produk bertenor tiga tahun dan 5,7% untuk produk bertenor lima tahun. Dengan kata lain, dalam waktu sepekan, penjualan SR023 di masing-masing tenor telah habis lebih dari 50%.
Menurut Ni Putu Kurniasari, hal ini menunjukkan bahwa SR-23 masih mendapatkan sambutan positif dari investor, tidak hanya dari investor baru tetapi juga dari investor lama SBN Ritel.
Namun, data tersebut juga menunjukkan bahwa penjualan SR023 masih tersisa sebesar Rp1,16 triliun dari total dana yang mampu dihimpun senilai Rp20 triliun. Hal ini berarti, penjualan SR023 di kedua tenor secara total masih tersisa sekitar 6,15%.
Penyebab Lesunya Permintaan Pasar
Head of Fixed Income PT Anugerah Sekuritas Indonesia, Ramdhan Ario Maruto, menilai bahwa masih banyaknya produk SR023 yang belum terserap pasar disebabkan oleh kupon yang ditawarkan kurang kompetitif. Meskipun SR023 masih lebih unggul dibandingkan deposito bank BUMN yang berada di level 3,5–4,5%, Ramdhan menilai pasar juga membandingkan dengan instrumen investasi lain seperti obligasi yang telah terbit sebelumnya.
“Saya melihat karena memang kuponnya lebih kecil dibandingkan seri sebelumnya,” ujarnya saat dihubungi.
Investment Analyst Capital Asset Management, Martin Aditya, menilai bahwa lesunya permintaan pasar terhadap SR023 berkaitan erat dengan tingkat imbal hasil yang ditawarkan produk ini. Menurutnya, dibandingkan dengan pasar uang atau reksadana, peluang return yang ditawarkan SR023 kalah pamor dengan produk-produk tersebut. Bahkan, sejumlah bank digital disebut memberikan imbal hasil sebesar 6–7% untuk deposito.
“Pelaku pasar lebih memilih investasi aset yang lebih berisiko seiring tren penurunan suku bunga. Lagi pula returnnya jauh lebih besar [di aset berisiko],” katanya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!