
Banjir Bandang Menghancurkan Wilayah Pegunungan di Pakistan dan India
Banjir bandang yang melanda kawasan pegunungan utara di Pakistan pada hari Minggu (17/8/2025) menimbulkan kerugian besar baik dalam hal jiwa maupun infrastruktur. Dampak banjir ini disebabkan oleh perubahan iklim, yang menyebabkan hujan deras dan curah hujan yang tidak biasa. Sejumlah laporan menyebutkan bahwa setidaknya 337 orang tewas akibat bencana tersebut. Sementara itu, puluhan orang masih hilang dan diperkirakan terjebak di daerah yang terkena dampak banjir.
Warga setempat mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap pemerintah yang dinilai gagal memberikan peringatan dini. Mereka menuduh para pejabat tidak memberi informasi cukup cepat tentang ancaman banjir, sehingga banyak warga tidak sempat mengungsi. Di distrik Kishtwar, tim penyelamatan masih berusaha mencari korban di desa Chositi. Setidaknya 60 orang meninggal dan sekitar 150 lainnya luka-luka, dengan sebagian besar dalam kondisi kritis.
Di Buner, sebuah distrik di provinsi Khyber Pakhtunkhwa, upaya pencarian dilakukan selama beberapa jam untuk menemukan korban. Mohammad Suhail, juru bicara layanan darurat, menyatakan bahwa 54 mayat telah ditemukan. Namun, beberapa warga masih hilang. Banjir bandang ini dipicu oleh hujan lebat yang memicu aliran air deras dari gunung, membawa batu-batu besar yang menghancurkan rumah-rumah.
Pihak berwenang mengingatkan masyarakat akan kemungkinan terjadinya banjir dan tanah longsor antara hari ini dan Selasa. Mereka juga meminta pemerintah daerah untuk tetap waspada. Hujan monsun yang lebih tinggi dari rata-rata telah melanda negara ini sejak 26 Juni, menyebabkan kematian lebih dari 600 orang.
Bencana serupa juga terjadi di wilayah India. Di Kashmir yang dikelola India, hujan deras yang turun dalam waktu singkat menyebabkan banjir dan kehancuran. Pada hari Jumat, tim penyelamat mengeluarkan mayat dari lumpur dan puing-puing setelah banjir mematikan melanda sebuah desa di Himalaya. Setidaknya 60 orang tewas dan puluhan lainnya hilang.
Di Chisoti, tempat dapur darurat besar berada, banjir menghancurkan bangunan. Kepala Menteri Kashmir yang dikelola India, Omar Abdullah, menyebutkan bahwa hujan deras yang tiba-tiba menjadi penyebab utama bencana ini. Di distrik Kathua, dua desa terkena dampak banjir yang menewaskan sedikitnya tujuh orang dan melukai lima lainnya.
Kamal Hyder dari Al Jazeera melaporkan bahwa pencarian korban selamat masih berlangsung. Di Qadar Nagar, sebuah desa terpencil di Pakistan utara, banjir menghancurkan rumah yang sedang didekorasi untuk acara pernikahan. Dua puluh delapan anggota keluarga yang hadir dalam acara tersebut kini telah meninggal.
Pihak berwenang menyatakan bahwa membersihkan jalan akan memakan waktu berminggu-minggu. Kerusakan infrastruktur sangat parah, dan ada peringatan akan datangnya badai lagi.
Peringatan dari PBB
Dalam sebuah pernyataan, kantor Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyampaikan dukacita mendalam atas nyawa yang hilang akibat banjir di India dan Pakistan. Ia juga menyampaikan belasungkawa kepada keluarga korban dan menyatakan solidaritas dengan mereka yang terdampak bencana ini. Tim PBB siap membantu pemerintah dalam memberikan bantuan yang diperlukan.
Kritik terhadap Pemerintah
Warga Buner menuding pemerintah tidak memberikan peringatan yang cukup. Tidak ada pengeras suara masjid yang digunakan untuk memberi peringatan, metode tradisional di daerah terpencil. Mohammad Iqbal, seorang guru, mengatakan bahwa sistem peringatan yang tidak tepat waktu menyebabkan banyak korban jiwa dan memaksa orang-orang untuk mengungsi pada saat-saat terakhir.
Pemerintah mengklaim bahwa sistem peringatan dini telah diberlakukan, namun hujan deras yang tiba-tiba membuat banjir melanda sebelum penduduk bisa diberitahu. Letnan Jenderal Inam Haider Malik, ketua Badan Manajemen Bencana Nasional, menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan perubahan pola cuaca. Sejak musim hujan dimulai, Pakistan telah menerima 50 persen lebih banyak curah hujan dibandingkan tahun lalu.
Idrees Mahsud, seorang pejabat manajemen bencana, menjelaskan bahwa sistem peringatan dini menggunakan citra satelit dan data meteorologi. Data ini dibagikan melalui media dan tokoh masyarakat. Ia juga menyatakan bahwa hujan monsun kini tidak hanya membanjiri sungai, tetapi juga menyebabkan banjir perkotaan.
Ancaman Cuaca Ekstrem
Ahli-ahli mengatakan bahwa perubahan iklim meningkatkan frekuensi dan tingkat keparahan peristiwa cuaca ekstrem di Asia Selatan. Meskipun Pakistan menghasilkan kurang dari 1 persen emisi gas rumah kaca, negara ini menghadapi berbagai bencana seperti gelombang panas, hujan lebat, banjir akibat letusan gletser, dan hujan deras yang menghancurkan masyarakat dalam hitungan jam.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!