
Kembali Diperiksa, Ahmad Sahroni Dilaporkan ke Polda Jabar
Ahmad Sahroni, mantan anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, kembali menjadi perhatian masyarakat setelah dilaporkan ke Polda Jawa Barat oleh organisasi kepemudaan Literasi Pemuda Berdikari (LPB). Laporan ini diterima pada Selasa, 9 September 2025, dan menambah daftar panjang kontroversi yang terus mengiringi sosok publik ini.
Alasan Pelaporan
Pelaporan terhadap Sahroni tidak terlepas dari pernyataannya yang dianggap memicu ketegangan sosial. Ketua Umum LPB, Indrajidt Rai Garibaldi, menyebut bahwa ucapan Sahroni yang menyebut masyarakat sebagai “orang tolol” telah memperburuk suasana pasca-aksi unjuk rasa besar-besaran pada Agustus 2025. Peristiwa tersebut terjadi saat ia berkunjung ke Polda Sumatera Utara dan menanggapi desakan masyarakat untuk membubarkan DPR RI. Ia menyampaikan pernyataan tersebut dengan nada menghina, yang langsung menuai reaksi keras dari berbagai pihak.
Tuduhan Pelanggaran UU ITE
LPB menilai bahwa ucapan Sahroni melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya dalam hal penyebaran ujaran kebencian melalui media digital. Menurut Rai, pernyataan tersebut disebarkan melalui gawai dan internet, sehingga memenuhi unsur delik hukum. “Ucapan ‘tolol’ kepada masyarakat melalui gawai dan internet sudah jelas melanggar hukum. Lokasi deliknya bisa di mana saja,” ujar Rai saat ditemui di Mapolda Jabar.
LPB juga menantang Polri, khususnya Mabes Polri, untuk menunjukkan sikap tegas dan adil dalam menegakkan hukum. Mereka menuntut agar proses hukum terhadap Sahroni berjalan transparan dan tidak ada pihak yang kebal hukum.
Status Politik Sahroni
Setelah kasus ini mencuat, Ahmad Sahroni dinonaktifkan dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI. Partai NasDem menyatakan bahwa rotasi ini merupakan bagian dari penataan internal. Namun, publik menilai keputusan ini sebagai dampak dari pernyataan kontroversial Sahroni.
Saat ini, Sahroni tidak lagi menjabat sebagai anggota aktif DPR RI, namun LPB menegaskan bahwa tanggung jawab hukum tetap melekat pada dirinya. “Ini bukan sekadar soal politik, tapi soal hukum publik. Tidak ada seorang pun yang kebal hukum,” tegas Rai.
Respons Publik dan Media
Kasus ini mendapat perhatian luas dari media nasional dan masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa pelaporan terhadap Sahroni merupakan langkah penting dalam menegakkan prinsip kesetaraan di hadapan hukum. Di sisi lain, ada pula yang menilai bahwa kasus ini bisa menjadi preseden buruk jika tidak ditangani secara objektif dan profesional.
Sementara itu, Sahroni sendiri belum memberikan pernyataan resmi terkait pelaporan ini. Namun, sebelumnya ia sempat mengklarifikasi bahwa ucapannya tidak ditujukan kepada masyarakat secara umum, melainkan sebagai bentuk kritik terhadap logika berpikir yang menurutnya tidak konstruktif. Sayangnya, klarifikasi tersebut tidak cukup meredam kemarahan publik. Bahkan, rumah Sahroni di Tanjung Priok sempat diserbu massa dan dijarah, yang kemudian dilaporkan oleh kuasa hukumnya ke Polres Jakarta Utara dan kini ditangani oleh Polda Metro Jaya.
Implikasi Hukum dan Politik
Kasus pelaporan Ahmad Sahroni ke Polda Jabar membuka babak baru dalam dinamika hubungan antara pejabat publik dan masyarakat. Di era digital, setiap pernyataan yang disampaikan oleh tokoh publik memiliki dampak yang luas dan cepat menyebar. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam berkomunikasi menjadi sangat penting.
Jika proses hukum terhadap Sahroni benar-benar berjalan, maka ini bisa menjadi momentum penting untuk memperkuat prinsip equality before the law di Indonesia. Tidak hanya aktivis atau masyarakat biasa yang harus tunduk pada hukum, tetapi juga para pejabat dan mantan pejabat yang memiliki pengaruh besar.
Pelaporan Ahmad Sahroni ke Polda Jawa Barat oleh LPB menandai titik balik dalam upaya masyarakat sipil untuk menuntut akuntabilitas dari para tokoh publik. Di tengah ketegangan sosial dan tuntutan reformasi politik, kasus ini menjadi simbol perlawanan terhadap arogansi kekuasaan dan penyalahgunaan platform digital.
Apakah proses hukum akan berjalan adil dan transparan? Publik menunggu jawabannya. Yang pasti, kasus ini telah membuka mata banyak pihak bahwa suara rakyat tidak bisa lagi diabaikan begitu saja.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!