
Perubahan RUU Haji dan Umrah untuk Meningkatkan Pelayanan Jemaah
DPR RI dan pemerintah telah mencapai kesepakatan terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Revisi ini diharapkan menjadi solusi efektif dalam mengatasi antrean haji yang berlangsung cukup lama serta memperkuat sistem kelembagaan penyelenggara.
Salah satu perubahan utama dalam RUU ini adalah transformasi Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) menjadi Kementerian Haji dan Umrah. Perubahan nomenklatur ini bertujuan untuk menciptakan struktur organisasi yang lebih kuat dan responsif, sehingga mampu meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji dan umrah.
Selain itu, RUU juga mencakup pengalokasian kuota haji yang baru. Dalam revisi ini, sebanyak 92 persen kuota diperuntukkan bagi haji reguler, sedangkan 8 persen sisanya dialokasikan untuk haji khusus. Hal ini diharapkan dapat menyeimbangkan kebutuhan masyarakat serta memberikan opsi yang lebih fleksibel bagi calon jemaah.
Revisi UU ini juga mencakup penguatan perlindungan jemaah melalui kebijakan yang lebih baik dan adaptif terhadap dinamika yang ada. Termasuk dalam hal ini adalah pengelolaan keuangan haji melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), yang diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDIP, Abidin Fikri, menyambut baik kesepakatan ini. Menurutnya, revisi UU ini merupakan respons terhadap kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji dan umrah.
"Revisi UU ini merupakan respons atas kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas pelayanan ibadah haji dan umrah. Dengan struktur kelembagaan yang lebih kuat, kita harapkan pelayanan haji semakin optimal dan memberikan kemaslahatan bagi seluruh jemaah Indonesia," ujar Abidin Fikri dalam pernyataannya.
Ia menambahkan bahwa pembahasan RUU telah melibatkan berbagai pihak, termasuk DPD RI, ormas Islam, dan asosiasi penyelenggara haji. Tujuannya adalah memastikan adanya perubahan yang adaptif terhadap dinamika global, termasuk kebijakan dari Pemerintah Arab Saudi.
Abidin menekankan bahwa revisi ini bertujuan untuk mengatasi antrean panjang haji yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Selain itu, RUU ini juga akan membantu memperbaiki pengelolaan keuangan haji melalui BPKH.
Menyongsong Visi Saudi 2030 yang menargetkan 5 juta jemaah haji dan 30 juta jemaah umrah per tahun, kuota haji Indonesia diperkirakan bisa meningkat menjadi sekitar 500 ribu jemaah. Ini menjadi langkah maju dalam menciptakan penguatan struktur kelembagaan pelaksanaan haji dan umrah serta ekosistem haji yang lebih baik, adaptif, dan berorientasi pada perlindungan jemaah.
Komisi VIII DPR RI berharap pengesahan RUU dalam rapat paripurna dapat segera dilakukan agar implementasi revisi UU ini dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!