
Penjelasan Sekda Jabar Mengenai Gaji dan Tunjangan Kepala Daerah
Sekretaris Daerah Jawa Barat (Sekda Jabar), Herman Suryatman, memberikan penjelasan terkait informasi yang beredar mengenai besarnya gaji dan tunjangan yang diterima oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar. Informasi tersebut menyebutkan bahwa total anggaran mencapai Rp31 miliar pada tahun anggaran 2025. Namun, Herman menegaskan bahwa angka ini tidak sepenuhnya akurat dan perlu dipahami secara lebih jelas.
Berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 14 Tahun 2025 tentang perubahan kelima atas Pergub 30 tahun 2024, terdapat dua kategori belanja terkait kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pertama, Belanja Gaji dan Tunjangan KDH/WKDH sebesar Rp2.215.627.310,00. Kedua, Belanja Dana Operasional KDH/WKDH sebesar Rp28.800.000.000,00. Dari jumlah tersebut, Herman menjelaskan bahwa dana operasional tersebut kembali ke masyarakat.
Dana Operasional yang Berdampak Langsung kepada Masyarakat
Herman menekankan bahwa dana operasional KDH/WKDH bukan hanya digunakan untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk kebutuhan operasional yang berdampak langsung kepada masyarakat. Contohnya, ketika ada kejadian darurat seperti rumah yang roboh, dana tersebut bisa digunakan untuk memberikan santunan atau bantuan darurat.
"Kepala daerah dan wakil kepala daerah itu bukan hanya dalam personal, tetapi juga dalam kelembagaan. Kalau personalnya adalah gaji dan tunjangan, sedangkan dana operasional itu untuk kebutuhan kelembagaan," ujar Herman.
Menurut Herman, penggunaan dana operasional diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Aturan tersebut menyebutkan bahwa biaya operasional KDH/WKDH sebesar 0,15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini sesuai dengan kapasitas fiskal Jawa Barat yang termasuk tinggi.
Kemandirian Fiskal Jabar yang Terbaik di Indonesia
Herman juga menyampaikan bahwa kemandirian fiskal Jawa Barat merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. APBD murni 2025 Jawa Barat mencapai Rp31 triliun lebih, dengan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp19 triliun atau sekitar 63 persen dari total APBD.
Dibandingkan provinsi lain, rata-rata pemberdayaan fiskal kabupaten/kota di Indonesia masih di bawah 30 persen. "Kita mencapai 63 persen, sehingga angka Rp28,8 miliar yang disebutkan sesuai aturan PP yaitu 0,15 persen dari PAD," ujar Herman.
Ia menegaskan bahwa dana operasional tersebut akan kembali ke masyarakat. Namun, keputusan penggunaannya tetap berada di tangan gubernur dan wakil gubernur. "Mereka harus bisa bertindak cepat saat ada kebutuhan mendesak di lapangan," tambah Herman.
Pengelolaan Keuangan yang Sehat dan Transparan
Selain itu, Herman menyampaikan bahwa pengelolaan fiskal Pemda Jabar bersama DPRD sudah sangat sehat. Belanja aparatur tidak melampaui 30 persen, sementara di daerah lain, angka tersebut bisa mencapai 40 hingga 50 persen.
"Rakyat juga harus tahu bahwa pengelolaan fiskal kita sangat transparan dan sehat. Kami bekerja sama dengan DPRD untuk memastikan semua anggaran digunakan dengan baik," kata Herman.
Realisasi belanja APBD hingga bulan September 2025 mencapai 58,36 persen atau sekitar Rp18 miliar lebih. Angka ini termasuk yang terbaik di Indonesia. Selain itu, likuiditas Jabar juga tergolong bagus dengan pendapatan daerah yang mencapai 65,87 persen atau sekitar Rp20 triliun.
Kualitas Layanan yang Terus Ditingkatkan
Herman juga menyampaikan bahwa hasil kinerja pemerintah saat ini semakin terasa, terutama dalam bentuk infrastruktur yang lebih baik. Contohnya, jalan-jalan provinsi di sejumlah titik telah diperbaiki, serta pengadaan penerangan jalan umum (PJU) yang semakin merata.
"Silakan teman-teman lihat langsung di lapangan. Masyarakat harus merasakan manfaatnya secara langsung. Harus nyaman dan aman," tutup Herman.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!