Prancis Menggigil: Gerakan 'Block Everything' Lumpuhkan Kota-Kota, Ratusan Ditangkap

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Prancis Menghadapi Kekacauan Luas Akibat Protes Massal

Prancis kini berada di ambang kekacauan yang meluas. Pada hari Rabu (10/9/2025), gerakan protes anti-pemerintah bernama "Block Everything" (Blokir Semuanya) menggelar aksi massal di berbagai kota besar, memicu bentrokan sengit dengan aparat keamanan dan mengganggu jalur-jalur vital negara. Asap gas air mata mengepul di jalanan, dan ratusan orang ditangkap dalam sebuah gelombang kemarahan publik yang dipicu oleh krisis politik yang makin memburuk.

Gerakan ini muncul kurang dari 24 jam setelah Presiden Emmanuel Macron menunjuk perdana menteri ketujuhnya dalam sembilan tahun, sebuah langkah yang tampaknya gagal meredam amarah rakyat. Dengan situasi yang semakin memanas, pihak berwenang kini harus menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas negara.

Akar Masalah: Krisis Politik dan Anggaran Penghematan

Untuk memahami penyebab kekacauan ini, kita perlu melihat kembali drama politik yang terjadi pada Senin malam (8/9/2025). Perdana Menteri saat itu, François Bayrou, melakukan pertaruhan politik yang gagal. Ia mengajukan mosi tidak percaya terhadap pemerintahannya sendiri dalam upaya memaksakan pengesahan anggaran penghematan yang sangat tidak populer, namun akhirnya kalah dan terpaksa mundur.

Anggaran yang diusulkan oleh Bayrou menjadi biang keladi kemarahan publik. Dalam upayanya mengatasi utang nasional Prancis yang telah mencapai 114 persen dari PDB, Bayrou berencana memangkas anggaran publik senilai EUR 35 miliar dengan cara yang sangat menyakitkan. Beberapa langkah yang diambil antara lain:

  • Memangkas dua hari libur nasional.
  • Membekukan dana pensiun dan tunjangan kesejahteraan.
  • Merumahkan ribuan pegawai negeri sipil.

Setelah mundurnya Bayrou, Presiden Macron segera menunjuk Sébastien Lecornu sebagai perdana menteri baru yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Namun, Lecornu kini mengemban tugas yang sama beratnya, yakni membangun mayoritas di Majelis Nasional untuk meloloskan anggaran penghematan yang disetujui Macron.

Kekacauan di Seluruh Negeri

Gerakan "Block Everything" merespons krisis ini dengan aksi serentak di seluruh negeri. Hingga Rabu siang, lebih dari 250 orang telah ditangkap. Di Paris, ibu kota menjadi pusat bentrokan. Lebih dari 100 orang ditangkap saat para demonstran mencoba melumpuhkan pusat transportasi kereta Eurostar di Gare du Nord. Petugas pengendali huru-hara melepaskan gas air mata saat terlibat baku hantam dengan massa.

Di Lyon, sekitar 100 demonstran mencoba menghentikan lalu lintas kereta api di stasiun Perrache, memaksa polisi untuk kembali menggunakan gas air mata. Di Nantes, para pengunjuk rasa memblokir jalan raya dengan membakar tumpukan ban dan tempat sampah, menciptakan dinding api yang melumpuhkan lalu lintas. Sementara itu, di kota-kota lain, operator jalan raya Vinci melaporkan adanya gangguan lalu lintas parah di jalan tol di seluruh negeri, termasuk di sekitar Marseille, Montpellier, dan Poitiers, di mana jalan tol A10 sempat diblokir total.

Suara dari Jalanan dan Istana

Kemarahan di jalanan tercermin dari pernyataan para demonstran. "Semua orang muak dengan Macron dan pemerintahannya. Perdana menteri yang baru akan sama tidak bergunanya dengan yang sebelumnya," kata Nicolas, seorang mahasiswa berusia 19 tahun di lokasi protes Montpellier.

Pemerintah, di sisi lain, melihat gerakan ini sebagai sesuatu yang lebih berbahaya. Bruno Retailleau, Menteri Dalam Negeri yang akan segera berakhir masa jabatannya, menyatakan bahwa aksi ini telah dibajak. "Ini sama sekali bukan gerakan warga negara," ujarnya. "Gerakan ini telah dibajak oleh kaum ultra-kiri, dan beberapa di antaranya bertekad untuk melakukan tindakan kekerasan. Ada suasana pemberontakan," tambahnya.

Gerakan Tanpa Pemimpin: Kekuatan Rompi Kuning Kembali?

Salah satu aspek yang paling mengkhawatirkan bagi pemerintah adalah sifat dari gerakan "Block Everything". Seperti gerakan Rompi Kuning (Gilets Jaunes) yang pernah melumpuhkan Prancis beberapa tahun lalu, gerakan ini berbasis media sosial, tidak memiliki kepemimpinan terpusat, namun terbukti sangat efektif dalam mobilisasi massa.

Didukung oleh serikat pekerja terbesar di Prancis, CGT (Konfederasi Pekerja Umum), para aktivis berencana untuk terus memperluas aksi mereka, termasuk memblokade depo bahan bakar dan melakukan operasi lambat di jalan raya. Bahkan, beberapa pesan daring mendorong massa untuk melakukan aksi radikal seperti masuk ke supermarket, mengisi tas dengan makanan, lalu pergi tanpa membayar.

Serikat pekerja besar lainnya, Sud-Raid (South Rail), menggemakan sentimen pemberontakan ini melalui sebuah unggahan di platform X yang berbunyi, "Jatuhnya pemerintah memang bagus, tetapi tidak cukup," seraya mendorong para anggotanya untuk mogok kerja.

Dengan 80.000 polisi telah dikerahkan dan serikat pekerja menyerukan pemogokan yang lebih luas, konfrontasi antara pemerintah dan rakyat Prancis tampaknya baru saja dimulai. Pertanyaannya kini adalah apakah Perdana Menteri Lecornu dapat menenangkan "pemberontakan" ini, atau apakah ia akan dipaksa untuk membatalkan kebijakan penghematan, sama seperti yang pernah dialami Macron saat menghadapi kekuatan gerakan Rompi Kuning.