
Pengalaman Pribadi dengan Pisang Favorit
Beberapa waktu lalu, saya menonton sebuah tayangan YouTube yang cukup menarik perhatian. Judulnya "5 Pisang Terbaik di Dunia, Nomor 1 dari Indonesia" (versi Taste Atlas). Sebagai seorang pecinta pisang, saya langsung merasa penasaran dan ingin tahu apa saja jenis pisang yang dianggap terbaik di dunia serta apakah salah satunya sama dengan yang sering saya makan sejak kecil.
Hasilnya membuat saya tersenyum lega. Ternyata, pisang Raja ada di urutan ke-4, sedangkan pisang Mas, buah mungil yang sering hadir di meja hajatan kampung saya, berada di posisi pertama. Saya bangga karena keduanya berasal dari Indonesia, sementara posisi lainnya ditempati oleh pisang dari negara lain.
Saya sangat paham akan keistimewaan kedua jenis pisang tersebut: manis, lembut, dan memang enak dimakan langsung. Namun, jika bicara soal cinta pribadi, pilihan saya tetap jatuh pada dua jenis pisang lain: pisang Nangka dan pisang Kepok.
Pisang Nangka: Pisang dengan Aroma Nangka
Meskipun secara ilmiah pisang Nangka diduga merupakan hasil persilangan dari varietas luar negeri, di kampung saya Cisalak, Subang, pisang ini sudah menjadi bagian dari keseharian sejak kecil. Bentuknya besar, teksturnya kenyal, dan yang paling unik adalah rasanya, karena ada sentuhan aroma buah nangka yang samar-samar, membuatnya berbeda dari jenis pisang lain.
Pisang Nangka ini selain enak dimakan langsung, rasanya lebih istimewa ketika selesai dikukus. Saat kulitnya mulai membuka sedikit dan uap panas keluar, kenyalnya langsung terasa begitu digigit. Ada manis yang tidak berlebihan, ditambah rasa khas nangka yang membuat lidah saya selalu ingin nambah lagi.
Selain itu, pisang Nangka juga cocok dijadikan sebagai pisang olahan seperti: pisang goreng, pisang coklat (piscok), dan jenis olahan lainnya.
Pisang Kepok: Si Mantap dengan Daging Tebal
Ketika pindah ke Bekasi, pisang Nangka yang dulu mudah ditemui di kampung menghilang dari keseharian. Sebagai gantinya, saya berkenalan dengan pisang Kepok. Secara ilmiah, pisang Kepok diduga berasal dari persilangan varietas Asia Tenggara yang kemudian menyebar luas, termasuk ke Filipina, Malaysia, hingga Indonesia.
Meski bukan varietas murni asli Indonesia, di sini Kepok sudah menjadi bagian dari budaya kuliner sehari-hari. Jika pisang Nangka istimewa karena aromanya yang khas, pisang Kepok juara dari sisi tampilan dan tekstur. Daging buahnya kenyal, padat, dengan kulit mulus yang khas.
Sama seperti pisang Nangka, Kepok pun bukan pilihan utama untuk dimakan begitu saja. Apa lagi dengan kulitnya yang alot sulit dipisahkan dari bonggol sisirnya, keistimewaannya baru keluar setelah diolah. Ketika digoreng, rasanya mantap sekali. Bagian luar garing, tapi dalamnya kenyal dan lembut. Kalau dikukus, teksturnya tetap kokoh, tidak mudah hancur, sehingga pas sekali dinikmati sebagai camilan sore ditemani kopi atau teh.
Kini, di tangan para penjual kreatif, Kepok bahkan sering diolah menjadi kudapan modern seperti pisang cokelat atau pisang nugget, yang membuatnya semakin digemari lintas generasi.
Berbeda Jalur dengan Raja dan Mas
Menyimak tayangan YouTube, saya jadi paham: pisang Raja dan Mas masuk daftar terbaik karena memang cocok dikonsumsi langsung. Dagingnya empuk, rasanya manis, dan sekali gigit langsung lumer di mulut. Cocok disajikan di meja buah hotel, pesta, atau langsung disantap tanpa repot.
Tetapi kalau dipaksa dikukus atau digoreng? Wah, bisa-bisa pisangnya hancur berantakan. Nah, di sinilah letak perbedaan jalurnya. Raja dan Mas memang raja di kelas pisang makan langsung. Tetapi untuk kelas pisang olahan, saya berani bilang Nangka dan Kepoklah juaranya.
Selain Nangka dan Kepok, saya juga mengenal satu jenis pisang olahan lain yang tak kalah istimewa: pisang Kapas. Namun keberadaannya lebih sulit ditemukan.
Pertukaran Pisang: Dari Subang ke Bekasi dan Sebaliknya
Ada cerita menarik ketika saya membawa pisang dari kampung ke kota, atau sebaliknya. Suatu ketika saya membawa beberapa sisir pisang Nangka dari Subang ke Bekasi. Ternyata teman-teman saya di sini langsung jatuh hati. Mereka bilang rasanya unik, beda dengan pisang yang biasa mereka makan.
Sebaliknya, ketika saya membawa pisang Kepok dari Bekasi ke kampung halaman, orang-orang di sana juga penasaran. Setelah mencoba, ternyata mereka pun menyukainya. Bahkan ada yang bilang, "Ini pisang ini enak sekali kalau digoreng."
Lucu juga, ya. Ternyata pisang bisa jadi media pertukaran rasa, semacam oleh-oleh silang yang sederhana tapi berkesan. Pisang Nangka yang banyak tumbuh di kampung saya bisa dinikmati di kota, sementara pisang Kepok yang umum ditemui di Bekasi juga mendapat tempat di hati orang kampung.
Penutup: Pisang Terbaik Itu Soal Selera
Dari situ saya belajar satu hal. Daftar lima pisang terbaik di dunia tentu menarik, tetapi sejatinya pisang terbaik itu urusan rasa yang sangat personal. Ada yang suka manis lembut seperti pisang Mas, ada yang memilih pisang besar dengan aroma nangka yang khas, ada pula yang fanatik dengan pisang Kepok goreng yang mantap. Semua kembali pada cara menikmatinya.
Bagi saya pribadi, pisang Nangka dan pisang Kepok adalah jembatan antara Cisalak dan Bekasi, antara kenangan masa kecil dan keseharian hari ini. Dua tempat yang telah mengisi perjalanan hidup saya.
Jadi, silakan Taste Atlas menobatkan pisang Mas dan Raja sebagai yang terbaik di dunia. Saya tak akan membantah. Tapi di hati saya, juara sejati tetaplah pisang Nangka dan pisang Kepok. Dua pisang yang membuat saya merasa selalu pulang, ke kampung maupun ke meja makan di rumah sendiri.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!