
Perubahan Pandangan Anak terhadap Orang Tua Seiring Bertambahnya Usia
Saat masih kecil, anak-anak sering melihat orang tua sebagai sosok yang kuat, penuh solusi, dan selalu bisa diandalkan. Mereka memandang orang tua seperti superhero yang mampu mengatasi segala masalah. Namun, seiring bertambahnya usia, pandangan anak mulai berubah. Mereka mulai melihat celah, kelemahan, bahkan kebiasaan buruk dari orang tua.
Pada akhirnya, rasa kagum yang awalnya sangat besar bisa memudar jika orang tua tidak menyadari perilaku tertentu yang justru membuat anak menjauh secara emosional. Menurut psikologi, kehilangan rasa kagum anak bukan hanya disebabkan oleh kurangnya bakti, tetapi juga karena interaksi dan pola asuh yang tidak lagi sesuai dengan kebutuhan perkembangan mereka.
Berikut adalah beberapa perilaku orang tua yang sering membuat anak kehilangan kekaguman:
1. Bersikap Otoriter Tanpa Mau Mendengar Pendapat Anak
Orang tua yang selalu ingin menang sendiri, memaksakan kehendak, dan tidak mau mendengar pendapat anak, pada akhirnya kehilangan respek. Dalam teori parenting style autoritarian, pola ini membuat anak merasa terkekang dan tidak memiliki ruang untuk berkembang. Akibatnya, anak menjauh dan melihat orang tua sebagai sosok yang kaku, bukan inspiratif.
2. Mengkritik Tanpa Memberi Apresiasi
Anak yang tumbuh dengan sering mendapat kritik, tetapi jarang dipuji, akan merasa kurang dihargai. Dalam jangka panjang, anak menyadari bahwa orang tua tidak mampu memberikan keseimbangan antara nasihat dan penghargaan. Hal ini memudarkan rasa hormat, karena anak melihat orang tua bukan sebagai motivator, melainkan pengkritik yang sulit membuatnya merasa cukup.
3. Tidak Konsisten Antara Perkataan dan Perbuatan
Psikologi sosial menekankan pentingnya role model. Anak-anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat, bukan hanya dari apa yang mereka dengar. Orang tua yang berkata "jangan merokok" tetapi merokok, atau berkata "jangan marah" tetapi sering marah, menciptakan disonansi kognitif bagi anak. Lama-kelamaan, anak menyadari inkonsistensi ini dan kehilangan rasa kagum.
4. Mengabaikan Kesehatan Mental Anak
Banyak orang tua hanya fokus pada nilai akademis atau pencapaian, tetapi menyepelekan kesehatan emosional anak. Misalnya, meremehkan perasaan anak dengan kalimat “Ah, kamu cengeng” atau “Itu sepele.” Padahal menurut psikologi perkembangan, anak yang emosinya tidak divalidasi akan tumbuh dengan luka batin. Saat dewasa, mereka sadar bahwa orang tua tidak mampu menjadi tempat aman, sehingga rasa kagum pun berkurang.
5. Selalu Membandingkan dengan Orang Lain
Membandingkan anak dengan saudara, teman, atau tetangga adalah perilaku yang sering dianggap “memotivasi”, padahal justru melukai harga diri. Anak akan merasa tidak pernah cukup di mata orang tua. Seiring bertambahnya usia, mereka sadar bahwa penghargaan sejati seharusnya datang dari orang tua sendiri, bukan perbandingan dengan orang lain. Kekaguman pun memudar menjadi jarak emosional.
6. Tidak Mau Mengakui Kesalahan
Orang tua yang selalu merasa benar dan menolak mengakui kesalahan cenderung membuat anak kehilangan respek. Dalam psikologi relasi, humility atau kerendahan hati sangat penting dalam membangun kedekatan. Anak yang tumbuh besar akan sadar bahwa orang tuanya bukan sosok sempurna—tetapi jika orang tua tidak bisa rendah hati, anak tidak lagi melihat mereka sebagai figur bijaksana.
7. Kurang Kehangatan dan Afeksi
Banyak orang tua yang sibuk dengan kewajiban materi tetapi lupa memberikan pelukan, ucapan sayang, atau kehangatan emosional. Padahal, penelitian psikologi menunjukkan bahwa afeksi adalah fondasi ikatan yang sehat antara orang tua dan anak. Tanpa itu, anak bisa merasa dekat secara fisik tetapi jauh secara emosional. Kekaguman perlahan bergeser menjadi rasa hambar.
8. Menutup Diri dari Perubahan Zaman
Ketika anak bertumbuh, dunia mereka juga berkembang—teknologi, gaya hidup, hingga cara pandang. Orang tua yang menolak mengikuti perkembangan, menyepelekan pandangan baru, atau selalu berkata “Zaman saya dulu lebih baik”, akhirnya dianggap kuno dan tidak relevan. Anak yang semakin dewasa lebih kagum pada sosok yang mau belajar, bukan yang menutup diri.
Kesimpulan: Kekaguman Bukanlah Hak Bawaan, Tapi Hasil Interaksi
Pada dasarnya, setiap anak terlahir dengan kekaguman alami terhadap orang tuanya. Namun, rasa itu bisa bertahan atau hilang tergantung bagaimana orang tua bersikap seiring waktu. Dari sudut pandang psikologi, kekaguman bukan hanya tentang otoritas, tetapi tentang kehangatan, konsistensi, dan kemampuan untuk menjadi teladan yang autentik. Orang tua tidak perlu sempurna, tetapi mereka perlu manusiawi: mau mendengar, mengakui kesalahan, dan tumbuh bersama anak. Dengan begitu, kekaguman anak tidak hanya bertahan, tetapi bisa berubah menjadi respek yang mendalam, bahkan saat usia sudah dewasa.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!