
Pengunduran Diri Menteri Luar Negeri Belanda sebagai Bentuk Protes
Menteri Luar Negeri Belanda, Caspar Veldkamp, mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan kabinet pada hari Jumat. Keputusan ini diambil sebagai bentuk protes terhadap ketidakmampuan pemerintah dan negara-negara Eropa dalam memberikan sanksi yang signifikan atas tindakan Israel di wilayah Gaza dan Tepi Barat. Pengunduran diri Veldkamp menimbulkan gelombang perubahan dalam dinamika politik Belanda.
Partai Kontrak Sosial Baru, partai berhaluan kanan-tengah yang menjadi bagian dari koalisi pemerintahan, juga menyatakan mundur setelah pengunduran diri Veldkamp. Hal ini memperburuk situasi politik yang sudah tidak stabil. Penyebab utama adalah ketidaksepahaman antara anggota kabinet terkait langkah-langkah yang akan diambil untuk menekan Israel atas tindakannya di wilayah konflik tersebut.
Veldkamp sebelumnya menyampaikan keinginannya agar dilakukan tindakan lebih tegas terhadap Israel, khususnya terkait taktik yang digunakan dalam perang melawan Hamas di Gaza. Bulan lalu, Belanda mengumumkan bahwa dua menteri Israel, Itamar Ben-Gvir dan Bezalel Smotrich, dinyatakan persona non grata. Langkah ini menunjukkan sikap tegas negara tersebut terhadap tindakan Israel.
Sebanyak 21 negara, termasuk Belanda, menandatangani deklarasi bersama yang mengecam persetujuan Israel atas proyek pemukiman besar di Tepi Barat. Deklarasi ini menyatakan bahwa tindakan tersebut "tidak dapat diterima dan bertentangan dengan hukum internasional". Namun, meskipun adanya tekanan dari beberapa negara, kabinet Belanda masih kesulitan mencapai kesepakatan tentang langkah-langkah baru yang bisa meningkatkan tekanan terhadap Israel.
Pada pertemuan kabinet terakhir, Veldkamp menyatakan bahwa ia merasa tidak cukup memiliki kemampuan untuk mengambil langkah-langkah tambahan yang berarti. Ia menilai bahwa usulan-usulan yang diajukan terhadap Israel telah dibahas secara serius, namun mendapat penolakan dari sebagian anggota kabinet.
Demonstrasi pro-Palestina di Belanda semakin marak sejak serangan Israel pada 7 Oktober 2023. Di Den Haag, jumlah peserta demonstrasi mencapai antara 100.000 hingga 150.000 orang, yang merupakan jumlah terbesar dalam dua dekade terakhir. Para pengunjuk rasa menuntut sanksi terhadap Israel serta akses kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza. Situasi ini sejalan dengan pernyataan PBB yang menyatakan adanya kelaparan di Gaza dan menyalahkan Israel atas penghalangan sistematis terhadap bantuan kemanusiaan.
Di tingkat Uni Eropa, para menteri luar negeri sering kali gagal mencapai kesepakatan mengenai sanksi kolektif terhadap Israel. Meski ada tekanan dari beberapa negara anggota, upaya untuk menciptakan kebijakan yang konsisten masih terhambat oleh perbedaan pendapat.
Beberapa langkah yang sedang dibahas antara lain penangguhan partisipasi Israel dalam program sains dan teknologi Uni Eropa senilai 900 juta euro (sekitar 1 miliar dolar AS), pembatasan perdagangan, serta larangan visa bagi pejabat tertentu Israel. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memberikan tekanan ekonomi dan politik terhadap pihak Israel.
Dalam sebuah surat yang dirilis kepada parlemen, Veldkamp menjelaskan bahwa Ben-Gvir dan Smotrich "berulang kali menghasut kekerasan pemukim terhadap warga Palestina, mendorong perluasan pemukiman ilegal, dan menyerukan pembersihan etnis di Gaza". Respons dari kedua menteri Israel tersebut adalah tuduhan bahwa pemimpin Eropa menyerah pada "kebohongan Islam radikal" dan "meningkatnya antisemitisme".
Meskipun dilarang di seluruh Eropa, Ben-Gvir tetap menegaskan bahwa ia akan terus bertindak demi Israel. Veldkamp sendiri menyatakan bahwa langkah-langkah lebih lanjut yang diajukannya terhadap Israel telah dibahas secara serius, namun menghadapi perlawanan dalam pertemuan kabinet yang berulang.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!