
Peran Pemerintah Daerah dalam Menjaga Stabilitas Harga Beras
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menekankan pentingnya peran pemerintah daerah dalam memastikan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dapat sampai secara langsung kepada masyarakat. Langkah ini dianggap sangat krusial untuk mencegah lonjakan harga dan menjaga daya beli rakyat, terutama di tengah situasi pasar yang sedang tidak stabil.
Tito mengimbau kepada para kepala daerah agar tidak menunggu instruksi dari pusat, melainkan segera berkoordinasi dengan cabang Perum Bulog serta badan usaha milik daerah (BUMD) di bidang pangan. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah harus bersikap proaktif dalam mendatangi Bulog maupun BUMD pangan guna mempercepat penyaluran beras SPHP. Menurutnya, stabilitas harga pangan adalah kepentingan nasional yang harus dijaga bersama.
Bulog sebagai Penyangga Utama
Menurut Tito, Bulog memiliki jaringan cabang yang tersebar di seluruh provinsi dan kota, sehingga dapat menjadi penyangga utama dalam menjaga harga beras. Namun, tanpa dukungan penuh dari pemerintah daerah, distribusi beras subsidi dikhawatirkan tidak merata. Oleh karena itu, ia juga menyarankan agar BUMD pangan di setiap daerah dioptimalkan perannya dalam menjaga pasokan di wilayah masing-masing.
Dalam inspeksi mendadak di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Tito menemukan bahwa harga beras relatif stabil setelah Bulog setempat menyediakan beras SPHP dengan harga Rp12.500 per kilogram. Ia menilai intervensi cepat seperti ini sangat efektif dalam menekan potensi spekulasi harga di lapangan.
Target Penyaluran 1,3 Juta Ton hingga Desember
Bulog telah menetapkan target penyaluran sebanyak 1,3 juta ton beras SPHP dari Juli hingga Desember 2025. Beras tersebut berasal dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan akan dijual sesuai harga eceran tertinggi (HET), yaitu:
- Zona 1: Rp12.500 per kilogram (Jawa, Lampung, Bali, NTB, Sulawesi, Sumsel)
- Zona 2: Rp13.100 per kilogram (Sumatra non-Sumsel, Kalimantan, NTT)
- Zona 3: Rp13.500 per kilogram (Maluku dan Papua)
Setiap rumah tangga hanya diperbolehkan membeli maksimal dua kemasan atau setara 10 kilogram, serta dilarang memperjualbelikan kembali beras tersebut.
Pemda Harus Jadi Pengendali Harga
Seorang pengamat pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Khudori, menilai bahwa pemerintah daerah memiliki peran penting sebagai pengendali harga beras. Menurutnya, pemda bisa langsung meminta Bulog melakukan operasi pasar jika terjadi kenaikan harga sebesar 5 persen dalam dua minggu.
Khudori menekankan bahwa operasi pasar tidak boleh menunggu lama, terutama di daerah non-produsen beras seperti Maluku dan Papua. Ia mencontohkan Pemprov DKI Jakarta yang memiliki BUMD Food Station sebagai penyalur beras subsidi. Sementara itu, daerah produsen seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan bisa memanfaatkan surplus produksi untuk menahan gejolak harga.
Sinergi Antara Pusat dan Daerah
Selain menjaga harga, pemerintah daerah juga diminta untuk mengawasi distribusi beras agar tidak terjadi penyelewengan. Pengelolaan cadangan beras dari petani lokal pun perlu diperkuat agar stok tetap aman.
Khudori menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa sinergi antara pemerintah pusat, Bulog, dan pemerintah daerah akan menentukan seberapa kuat ketahanan pangan nasional. Keterlibatan aktif semua pihak diperlukan untuk memastikan ketersediaan beras yang cukup dan stabil bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!